PAKEM


PEMBELAJARAN PAKEM


1. Pembelajaran Aktif (Active Learning)
Pembelajaran aktif merupakan model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan siswa dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan kompetensinya. Selain itu, belajar aktif juga memungkinkan peserta didik dapat mengembangkan analitis dan sistensis serta mampu merumuskan nilai-nilai baru yang diambil dari hasil analisis mereka sendiri. Model pendekatan ini, hampir tidak jauh berbeda dengan model pembelajaran self discovery learning, yakni pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik untuk menemukan kesimpulan sendiri sehingga dapat dijadikan sebagai nilai baru yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan peserta didik.[1]

Model pembelajaran aktif ini, meniscayakan adanya minimalisasi peran guru di kelas. Guru lebih memposisikan dirinya sebagai fasilitator pembelajaran yang mengatur sirkulasi dan jalannya proses pembelajaran dengan terlebih dahulu menyampaikan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai dalam suatu proses pembelajaran. Peserta didiklah yang banyak berperan dalam proses pembelajaran tersebut dan guru lebih banyak memberikan arahan dan bimbingan saja.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk merangsang aktifitas peserta didik ini adalah active debate, small group discussion, problem solving, role playing, brainstroming, game, simulasi dan sebagainya. Selain itu, beberapa pendekatan pun dapat dilakukan untuk merangsang aktifitas peserta didik di kelas, seperti self esteem approach (analisis kesadaran diri), creative approach, value clarification and moral development approach (pengembangan moral dan kepribadian), multiple talent approach (pengembangan seluruh potensi peserta didik secara holistik), inquiry approach (kesempatan untuk menggunakan proses mental dalam menemukan konsep dan prinsip ilmiah), pictoral riddle approach (pengembangan motivasi dan minat), dan pendekatan syntetic approach (mengembangkan kemampuan metafor untuk peningkatan intelegensia).[2]

Kegiatan belajar bersama dapat membantu memacu belajar aktif. Kegiatan belajar dan mengajar dikelas memang dapat menstimuli belajar aktif, namun kemampuan untuk mengajar melalui kegiatan kerjasama kelompok-kecil akan memungkinkan guru  untuk menggalakkan kegiatan belajar aktif dengan cara khusus. Metode belajar bersama yang terbaik, semisal pelajaran menyusun potongan gambar (jigsaw), memenuhi persyaratan ini. Pemberian tugas yang berbeda kepada siswa akan mendorong mereka untuk tidak hanya belajar bersama namun juga mengajarkan satu sama lain.            

2.  Pembelajaran Kreativ (Creative Learning)
Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung, dengan menggunakan beberapa metode dan strategi yang variatif, misalnya kerja kelompok, pemecahan masalah dan sebagainya.
Pembelajaran kreatif mengharuskan guru untuk mampu merangsang peserta didik memunculkan kreativitas, baik dalam konteks kreatif berpikir  maupun dalam konteks kreatif melakukan sesuatu. Kreatif dalam berpikir  merupakan kemampuan imajinatif namun rasional. Berpikir  kreatif selalu berawal dari berpikir  kritis yakni menemukan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaiki sesuatu yang sebelumnya tidak baik. Tak seorangpun akan mengingkari bahwa kemampuan dan ciri-ciri kepribadian sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti keluarga dan sekolah. Kedua lingkungan pendidikan ini dapat berfungsi sebagai pendorong (press) dalam pengembangan kreativitas anak.[3]
Berpikir kreatif ini harus dikembangkan dalam proses pembelajaran, agar peserta didik terbiasa dengan kreativitas. Terdapat empat tahap dalam peningkatan kebiasaan berpikir kreatif, yakni :
a.       Persiapan, yakni proses pengumpulan berbagai informasi untuk diuji
b.      Inkubasi, yakni suatu rentang waktu untuk merenungkan hipotesis informasi tersebut sampai memperoleh keyakinan bahwa hipotesis tersebut rasional.
c.       Iluminasi, yakni kondisi menemukan keyakinan bahwa hipotesis tersebut benar, tepat dan rasional.
d.      Verifikasi, yakni pengujian kembali hasil hipotesis tersebut untuk dijadikan sebuah rekomendasi.[4]

Sedangkan kreatif dalam melakukan sesuatu adalah kemampuan peserta didik dalam menghasilkan sebuah kegiatan atau aktivitas yang baru yang diperoleh dari hasil berpikir kreatif dengan mewujudkannya dalam bentuk sebuah hasil karya yang baru.
Sehubungan dengan itu pengembangan kreativitas peserta didik tidak hanya memperhatikan pengembangan kemampuan berpikir kreatif tetapi juga pemupukan sikap dan ciri-ciri kepribadian kreatif. Keberbakatan (giftedness) merupakan perpautan antara kemampuan umum atau inteligensi, kreativitas (baik kemampuan berpikir kreatif maupun sikap kreatif) dan pengikatan diri terhadap tugas (task-commintment) atau motivasi internal, yang juga merupakan non-aptitude trait
Seorang yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-mencoba, bertualang, suka bermain-main, serta intuitif. Dalam skala satu sampai sepuluh, seberapa kreatifkah anda. Steve Curtis, seorang pengusaha dan pakar kreativitas, selalu menanyakan pertanyaan ini kepada calon pegawainya. Ia memperkerjakan orang-orang yang menjawab “Sepuluh”. Ketika diminta menjelaskan kebijakan ini, ia mengatakan : “Kita semua lahir dengan kreativitas, dan jika anda yakin anda adalah orang yang kreatif, anda akan menemukan cara yang kreatif untuk mengatasi masalah harian baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan pribadi anda. Itulah macam orang yang ingin kujadikan rekan kerja”.[5]
Dalam masyarakat, kita cenderung memandang orang-orang tertentu seperti seniman, ilmuwan, atau penemu, sebagai orang-orang misterius hanya karena mereka itu kreatif. Walaupun demikian, kita semua mempunyai kemampuan untuk menjadi pemikir-pemikir yang kreatif dan pemecah masalah. Yang diperlukan adalah pikiran yang penuh rasa ingin tahu, kesanggupan untuk mengambil resiko, dan dorongan untuk membuat segalanya berhasil.
Betatapun besarnya perhatian terhadap kreativitas, kebanyakan kreativitas terwujud cukup sederhana. Hal itu hampir-hampir tak terlihat oleh peradaban, walaupun dalam beberapa hal kecil telah membuat hidup kita sedikit lebih nyaman. Luangkan waktu sesaat untuk mengingat beberapa situasi dimana anda berhasil mencapai tujuan ketika situasinya tampak tidak memungkinkan. Anda akan terjatuh, atau terperangkap, atau tertangkap dalam suatu lingkaran yang tak pernah anda masuki sebelumnya. Tetapi anda dapat menemukan jalan. Itulah kreativitas.
Dunia terus berubah dengan kecepatan yang luar biasa, yang sebagian besar disebabkan oleh limpahan dan ketersediaan informasi yang sangat banyak dan sangat mudah diakses. Semakin cepat informasi keluar dan diterima oleh orang, semakin cepat orang menyerapnya, mengombinasikan dan merekombinasikannya untuk menciptakan konsep, teori, fakta, dan penemuan baru yang lebih banyak lagi. Hal ini menyebabkan perubahan dunia yang selalu bertambah cepat.
Ini merupakan implikasi yang luar biasa besarnya bagi kita sebagai pengusaha, guru, peserta didik, orang tua, dan warga dunia yang bertanggung jawab. Pola pemikiran lama dan adaptasi pasif mungkin cukup membuat kita hanyut bersama arus, tetapi untuk menjadi benar-benar efektif dan terinformasi, kita harus mengendalikan gelombang informasi pascaindustri. Kita memerlukan kemampuan berpikir yang membuat kita mampu mengasimilasikan informasi baru untuk digunakan dalam rumah bisnis dan sekolah kita. Kita secara kreatif perlu mengadaptasi informasi itu untuk hidup kita agar mendapatkan hasil yang positif.
Dalam bukunya Developing a 21st Century Mind, tokoh pendidik Marsha Sinetar menjelaskan suatu kualitas “adaptasi kreatif” yang diyakininya sebagai hal yang diinginkan dalam segala aspek sebagai manusia (dari pertumbuhan pribadi dan pengayaan, hingga bisnis dan karier, hingga keayahbundaan dan kehidupan keluarga). Adaptasi kreatif dapat menyerupai permainan dan sesungguhnya itu bersifat permainan, namun ini melibatkan cara berpikir yang logis dan sekuensial, juga intuitif serta sangat pribadi. Pendeknya, hal ini merupakan suatu proses pemikiran seluruh otak untuk penyelesaian masalah secara efektif.[6]  Adapun untuk penyelesaian masalah terdapat beberapa istilah baru untuk proses penyelesaian masalah sebagai berikut :
a.    Berpikir Vertikal, maksudnya suatu proses bergerak selangkah demi selangkah menuju tujuan anda, seolah-olah anda sedang menaiki tangga.
b.    Berpikir Lateral, maksudnya melihat permasalahan anda dari beberapa sudut baru, seolah-olah melompat dari satu tangga ke tangga lainnya.
c.    Berpikir Kritis, maksudnya berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk.
d.   Berpikir Analitis, maksudnya suatu proses pemecahan masalah atau gagasan anda menjadi bagian-bagian. Menuji setiap bagian untuk melihat bagaimana bagian tersebut saling cocok satu sama lain, dan mengeksplorasi bagaimana bagian-bagian ini dapat dikombinasikan kembali dengan cara-cara baru.
e.    Berpikir Strategis, maksudnya mengembangkan strategi khusus untuk perencanaan dan arah operasi-operasi skala besar dengan melihat proyek itu dari semua sudut yang mungkin.
f.     Berpikir tentang hasil, maksudnya meninjau tugas dari perspektif solusi yang dikehendaki.
g.    Berpikir Kreatif, maksudnya efek “bola lampu” yang terjadi ketika anda menyusun kembali fakta-fakta yang ada dan muncul dengan pandangan baru tentang masalah itu.[7]  

Semua cara berpikir ini dapat dikategorikan sebagai proses otak kiri atau otak kanan. Dalam kedua kasus di atas, kita akan menemukan bahwa berpikir  lateral, hasil, dan kreatif berada pada otak intuitif kanan, sedangkan berpikir  vertikal, kritis, strategis dan analitis berada pada otak logis kiri. Walaupun demikian, sebenarnya terjadi banyak hubungan. Penyelesaian masalah, seperti aktivitas intelektual lainnya, adalah kombinasi dari pemikiran kreatif dan logis. Dan pemecahan masalah yang sejati menggunakan kombinasi dari semua proses ini. Penting untuk diingat bahwa kreativitas melampaui percikan kreatif awal sampai tahap pelaksanaan gagasan sebenarnya.
Adapun kiat-kiat jitu untuk berpikir kreatif adalah :
a.       Ingatlah kesuksesan anda di masa lalu, baik yang biasa maupun yang menakjubkan (jika anda pernah berhasil, anda tahu bahwa anda mampu melakukannya lagi. Ingatlah diri anda tentang hal itu pada saat anda menggarap suatu tantangan)
b.      Yakinlah bahwa hal ini bisa menjadi hari terobosan (jalani hari anda dengan keyakinan bahwa sesuatu dapat terjadi untuk mengubah segalanya. Dengan cara itu, jika sesuatu itu benar-benar muncul, maka anda akan siap menerimanya.
c.       Latihlah kreativitas anda dengan permainan-permainan mental (otak anda, seperti bagian tubuh anda, berfungsi lebih lancar jika selalu dijaga dalam keadaan prima). Inilah beberapa saran untuk melakukannya:
1)        Pikirkanlah penggunaan kembali barang-barang lama
2)        Lihatlah kejadian sehari-hari, dan susunan uraian kisah tentang peristiwa-peristiwa yang memunculkannya.
3)        Temukan pribahasa-pribahasa yang dapat anda gunakan untuk menjelaskan sesuatu kepada seseorang.
4)        Pikirkanlah berbagai cara untuk mengatakan hal yang sama
5)        Tontonlah acara televisi dengan mematikan suaranya, dan cobalah memperkirakan apa yang dikatakan orang dalam acara itu.
d.      Ingatlah bahwa kegagalan membawa pada keberhasilan.
e.       Raihlah impian dan fantasi anda.
Hamzah B. Uno mendeskripsikan bahwa untuk menciptakan suatu proses belajar yang kreatif apabila dilakukan dengan memperhatikan berbagai strategi, metode, teknik dan  model-model pembelajaran. Teknik pembelajaran sering disamakan dengan metode pembelajaran. Teknik adalah jalan atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik, sedangkan metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya.[8]

3.   Pembelajaran Efektif (Effective Learning)
Pembelajaran (mengajar) dapat dikatakan efektif jika siswa mengalami berbagai pengalaman baru (new experiences) dan perilakunya menjadi berubah menuju titik akumulasi kompetensi yang diharapkan. Hal ini dapat tercapai jika guru melibatkan peserta didik dalam perencanaan dan proses pembelajaran. Peserta didik harus dilibatkan secara penuh agar bergairah dan tidak ada peserta didik yang tertinggal, sehingga suasana betul-betul kondusif, karena melibatkan semua peserta didik dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas.
Menciptakan kelas yang efektif dengan peningkatan efektifitas proses pembelajaran tidak bisa dilakukan dengan parsial, melainkan harus holistik mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Setidaknya ada enam langkah dalam mengimplementasikan pembelajaran efektif, yakni :

a. Perencanaan
b. Perumusan tujuan
c. Pemaparan perencanaan pembelajaran kepada peserta didik
d. Proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi
e. Penutupan proses pembelajaran
f.  Evaluasi.[9] 
Beberapa prosedur yang dapat dilakukan dalam melakukan proses pembelajaran efektif, yakni :
a.    Melakukan Apersepsi (Pemanasan)
b.    Eksplorasi (Mengenalkan bahan ajar dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik)
c.    Konsolidasi Pembelajaran (Mengaktifkan peserta didik dalam pembentukan kompetensi)
d.   Penilaian (Menghimpun fakta-fakta dan dokumen belajar peserta didik yang dapat dipercaya untuk melakukan perbaikan program pembelajaran).[10]


4.   Pembelajaran Menyenangkan (Joyful Learning)
Pembelajaran yang menyenangkan merupakan sebuah proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat kohesi yang kuat antara pendidik dan peserta didik dengan tanpa ada perasaan tertekan. Dengan kata lain, pembelajaran yang menyenangkan adalah adanya pola hubungan yang baik antara guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru memposisikan diri sebagai mitra belajar peserta didik di kelas, sehingga tidak ada beban bagi peserta didik dalam melakukan proses pembelajaran.[11]
Untuk mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan ini, guru dituntut untuk mampu mendesain materi pembelajaran dengan baik serta mengkombinasikannya dengan strategi pembelajaran yang mengedepankan keterlibatan aktif peserta didik di kelas, seperti; simulasi, game, team quiz, role playing, dan sebagainya.
Banyak praktisi menginginkan agar pembelajar mengalami kegembiraan belajar (menyenangkan), sebab mereka tahu betapa pentingnya itu. Kegembiraan bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Namun kegembiraan ini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, dan terciptanya makna, pemahaman, nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Itu adalah kegembiraan melahirkan sesuatu yang baru, dan kegembiraan ini jauh lebih penting untuk pembelajaran daripada segala teknik atau metode yang mungkin digunakan dalam proses pembelajaran.
  Salah satu sarana untuk mewujudkan kegembiraan belajar adalah dengan permainan. Di tengah permainanlah kita paling dekat dengan kekuatan penuh kita. Kesenangan bermain yang tidak terhalang melepaskan segala macam endorfin positif dalam tubuh, melatih kesehatan, dan membuat kita merasa hidup sepenuhnya. Bagi banyak orang, ungkapan kehidupan dan kecerdasan kreatif yang paling tinggi di dalam diri mereka tercapai dalam sebuah permainan.
Permainan belajar (learning games) yang menciptakan atmosfer menggembirakan dan membebaskan kecerdasan penuh dan tak terhalang dapat memberi banyak sumbangan. Permainan belajar, jika dimanfaatkan secara bijaksana, dapat :
a.       Menyingkirkan “keseriusan” yang menghambat
b.      Menghilangkan stress dalam lingkungan belajar
c.       Mengajak orang terlibat penuh
d.      Meningkatkan proses belajar[12] 
Seperti semua teknik belajar, permainan bukanlah tujuan itu sendiri, melainkan sekadar sarana untuk mencapai tujuan, yaitu meningkatkan pembelajaran. Terkadang permainan bisa menarik, menyenangkan dan sangat memikat, namun tidak memberi hasil penting pada pembelajaran. Jika demikian, itu harus ditinggalkan, namun jika permainan menghasilkan peningkatan dalam pembelajaran dan prestasi maka sebaiknya digunakan.
Agar dapat efektif dan menambah nilai nyata pada proses belajar, maka permainan belajar harus :
a.       Terkait langsung dengan tempat kerja. Permainan yang terbaik adalah yang memberi pengetahuan, menguatkan sikap, dan mendorong tindakan yang penting bagi keberhasilan kerja.
b.      Mengajari pembelajar cara berpikir, mengakses informasi, bereaksi, memahami, berkembang, dan menciptakan nilai dunia nyata bagi diri mereka sendiri dan organisasi mereka secara terus menerus.
c.       Sangat menyenangkan dan mengasyikkan, namun tidak sampai membuat pembelajar tampak bodoh dan dangkal.
d.      Membebaskan pembelajar untuk bekerja sama.
e.       Menantang, namun tidak sampai membuat orang kecewa dan kehilangan akal.
f.       Menyediakan cukup waktu untuk merenung, memberikan umpan balik, berdialog, dan berintegrasi.[13]  
                        Adapun beberapa jenis permainan yang disarankan adalah :
a.     Permainan mencocokkan
b.     Tempelkan label pada komponen
c.     Permainan “sebutkan”
d.    Permainan dadu
e.     Permainan lomba
f.      Permainan pemutar
g.     Algojo
h.     Permainan yang berhubungan dengan olahraga
i.       Permainan papan.
j.       Acara kuis TV
k.     Permainan berdasar komputer
l.       Rekonstruksi
m.   Ajaklah pembelajar menciptakan permainan[14]

            Berdasarkan uraian di atas dapat diperjelas bahwa model pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan merupakan suatu model pembelajaran yang secara umum bertujuan agar proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas dapat merangsang aktivitas dan kreativitas belajar peserta didik serta dilaksanakan dengan efektif dan menyenangkan.
Adapun indikasi dari  diterakannya model pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah adanya perencanaan pembelajaran, perumusan tujuan pembelajaran, pemaparan materi pembelajaran, menggunakan metode yang bervariasi, membantu menyelesaikan masalah belajar, memberi tugas, melakukan evaluasi,  keterlibatan penuh dari peserta didik dalam proses belajar mengajar, menghilangkan stres dalam lingkungan belajar, menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.



[1]Melvin L Silberman, Active Learning : Strategi Pembelajaran Aktif, Penerjemah Sarjuli, et.al., juli, et.al., APPENDIS Yogyakarta, 2001, hlm. 1.
[2]Departemen Agama RI, Panduan Pembelajaran, Bina Mitra Pemberdayaan Madrasah, Jakarta, 2005, hlm. 19.
[3]Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Rineka Cipta, Jakarta, 1999,  hlm. 11.

[4]Departemen Agama RI., Op.Cit.,  hlm. 21-22.
[5]Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum LearningMembiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Penerjemah Alwiyah Abdurrahman, Mizan Pustaka, Bandung, 2003, hlm. 292.  
[6]Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum LearningMembiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Penerjemah Alwiyah Abdurrahman, Mizan Pustaka, Bandung, 2003, hlm. 296.

[7]Bobbi De Porter dan Mike Hernacki, Quantum LearningMembiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Penerjemah Alwiyah Abdurrahman, Mizan Pustaka, Bandung, 2003, hlm. 296-298.
[8]Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran : Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Bumi Aksara, 2007, hlm. 2.
[9]Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, Rineka Cipta, Jakarta, 1999., hlm. 55.

[10]Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Raja Grafindo Persada, 1997, hlm. 21.  

[11]Departemen Agama RI,.,  hlm. 26.
[12]Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook, Penerjemah Rahmani Astuti, Kaifa, Bandung, 2002, hlm. 206.

[13]Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook, Penerjemah Rahmani Astuti, Kaifa, Bandung, 2002., hlm. 207.
[14]Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook, Penerjemah Rahmani Astuti, Kaifa, Bandung, 2002., hlm. 210-216.




untuk melengkapi perpustakaan makalah silahkan klik download dibawah ini
semoga bermanfaat