MEDIA PEMBELAJARAN
Peran
guru adalah menyediakan, menunjukkan, membimbing dan memotivasi siswa agar
mereka dapat berinteraksi dengan berbagai sumber belajar yang ada. Bukan hanya sumber belajar
yang berupa orang , melainkan juga sumber‑sumber belajar yang lain. Bukan hanya
sumber belajar yang sengaja dirancang untuk keperluan belajar, melainkan juga
sumber belajar yang telah tersedia. Semua sumber belajar itu dapat kita
temukan, kita pilih dan kita manfaatkan sebagai sumber belajar bagi siswa kita.
Wujud
interaksi antara siswa dengan sumber belajar dapat bermacam‑macam. Cara belajar
dengan mendengarkan ceramah dari guru memang merupakan salah satu wujud
interaksi tersebut. Namun belajar hanya dengan mendengarkan saja, patut
diragukan efektifitasnya. Belajar hanya akan efektif jika si belajar diberikan
banyak kesempatan untuk melakukan sesuatu, melalui multi‑metode dan multi‑media.
Melalui berbagai metode dan media pembelajaran, siswa akan dapat banyak
berinteraksi secara aktif dengan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki
siswa. Barang kali perlu direnungkan kembali ungkapan populer yang mengatakan :
Saya mendengar saya lupa, Saya melihat saya ingat, Saya berbuat maka saya bisa.
Kalau kita amati lebih cermat lagi, pada mulanya media
pembelajaran hanyalah dianggap sebagai alat untuk membantu guru dalam kegiatan
mengajar (teaching aids). Alat bantu
mengajar yang mula‑mula digunakan adalah alat bantu visual seperti gambar,
model, grafis atau benda nyata lain. Alat‑alat bantu itu dimaksudkan untuk
memberikan pengalaman lebih konkrit, memotivasi serta mempertinggi daya serap
dan daya ingat siswa dalam belajar.
1. Pengertian Media
Pembelajaran
Istilah media
berasal dari bahasa Latin yang merupakan bentuk jamak dari "medium"
yang secara harafiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya adalah
segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi kepada
penerima informasi. Istilah media ini sangat populer dalam bidang komunikasi.
Proses belajar mengajar pada dasamya juga merupakan proses komunikasi, sehingga
media yang digunakan dalam pembelajaran disebut media pembelajaran.
Banyak ahli
yang memberikan batasan tentang media pembelajaran. AECT misalnya, mengatakan
bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk
menyalurkan pesan. Gagne mengartikan media sebagai jenis komponen dalam
lingkungan siswa yang dapat merangsang mereka untuk belajar. Senada dengan itu,
Briggs mengartikan media sebagai alat untuk memberikan perangsang bagi siswa
agar terjadi proses belajar. Bagaimana hubungan media pembelajaran dengan media
pendidikan ?
Media
pendidikan , tentu saja media yang digunakan dalam proses dan untuk mencapai
tujuan pendidikan. Pada hakekatnya media pendidikan juga merupakan media
komunikasi, karena proses pendidikan juga merupakan proses komunikasi. Apabila
kita bandingkan dengan media pembelajaran, maka media pendidikan sifatnya lebih
umum, sebagaimana pengertian pendidikan itu sendiri. Sedangkan media
pembelajaran sifatnya lebih mengkhusus, maksudnya media pendidikan yang secara
khusus digunakan untuk mencapai tujuan belajar tertentu yang telah dirumuskan
secara khusus. Tidak semua media pendidiikan adalah media pembelajaran, tetapi
setiap media pembelajaran pasti termasuk media pendidikan.
Apa pula
bedanya dengan alat peraga, alat bantu guru (teaching aids), alat bantu audio visual (AVA), atau alat bantu belajar yang selama ini sering juga kita
dengar? Pada dasamya, semua istilah itu dapat kita masukkan dalam konsep media,
karena konsep media merupakan perkembangan lebih lanjut dari konsep‑konsep
tersebut.
Alat peraga
adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip
atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/ konkrit. Alat bantu adalah alat
(benda) yang digunakan oleh guru untuk mempermudah tugas dalam mengajar. Audio‑Visual
Aids (AVA) mempunyai pengertian dan tujuan yang sama hanya saja penekanannya
pada peralatan audio dan visual. Sedangkan alat bantu belajarpenekanannya pada fihak
yang belajar (pembelajar). Semua istilah tersebut, dapat kita rangkum dalam
satu istilah umum yaitu media pembelajaran.
Satu konsep lain yang sangat berkaitan dengan media
pembelajaran adalah istilah sumber belajar. Bagaimana kaitan antara media
belajar dengan sumber belajar? Sebagaimana telah dibahas di muka, sumber
belajar memiliki cakupan yang lebih luas daripada media belajar. Sumber belajar
bisa berupa pesan, orang, bahan, alat, teknik clan latar/lingkungan. Apa yang
dinamakan media sebenarnya adalah bahan dan alat belajar tersebut. Bahan
sering disebut perangkat lunak software,
sedangkan alat juga disebut sebagi perangkat keras hardware. Transparansi, program kaset audio dan program video
adalah beberapa contoh bahan belajar. Bahan belajar tersebut hanya bisa
disajikan jika ada alat, misalnya berupa OHP, Radio kaset clan Video player. Jadi salah satu atau
kombinasi perangkat lunak (bahan) dan perangkat keras (alat) bersama‑sama
dinamakan media. Dengan demikian, jelaslah bahwa media pembelajaran merupakan
bagian dari sumber belajar.
Dengan demikian, kalau saat ini kita
mendengar kata media, hendaklah kata tersebut diartikan dalarn pengertiannya
yang terakhir, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana
pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar ( siswa ). Sebagai
penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal‑hal tertentu, bisa mewakili
guru menyajikan informasi belajar kepada siswa.
2. Perkembangan
Konsepsi Media Pembelajaran
Pada awal sejarah pendidikan, guru
merupakan satu‑satunya sumber untuk memperoleh pelajaran. Dalam perkembangan
selanjutnya, sumber belajar itu kemudian bertambah dengan adanya buku. Pada
masa itu kita mengenal tokoh bernama Johan Amos Comenius yang tercatat sebagai
orang pertama yang menulis buku bergambar yang ditujukan untuk anak sekolah.
Buku tersebut berjudul Orbis Sensualium Pictus (Dunia Tergambar) yang
diterbitikan pertama kali pada tahun 1657. Penulisan buku itu dilandasi oleh
suatu konsep dasar bahwa tak ada sesuatu dalam akal pikiran manusia, tanpa
terlebih dahulu melalui penginderaan. Dari sinilah para pendidik mulai
menyadari perlunya sarana belajar yang dapat memberikan rangsangan dan
pengalaman belajar secara menyeluruh bagai siswa melalui semua indera, terutama
indera pandang‑dengar.
Kalau kita amati lebih cermat lagi,
pada mulanya media pembelajaran hanyalah dianggap sebagai alat untuk membantu
guru dalam kegiatan mengajar (teaching
aids). Alat bantu mengajar yang mula‑mula digunakan adalah alat bantu
visual seperti gambar, model, grafis atau benda nyata lain. Alat‑alat bantu itu
dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lebih konkrit, memotivasi serta
mempertinggi daya serap dan daya ingat siswa dalam belajar.
Sekitar pertengahan abad 20 usaha
pemanfaatan alat visual mulai dilengkapi dengan peralatan audio, maka lahirlah
peralatan audio visual pembelajaran. Usaha‑usaha untuk membuat pelajaran
abstrak menjadi lebih konkrit terus dilakukan. Dalarn usaha itu, Edgar Dale membuat
klasifikasi 11. Tingkatan pengalaman belajar dari yang paling konkrit sampai
yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama
"Kerucut Pengalaman" (Cone of
Experience) dari Edgar Dale. Ketika itu, para pendidik sangat terpikat
dengan kerucut pengalaman itu, sehingga pendapat Dale tersebut banyak dianut
dalam pemilihan jenis media yang paling sesuai untuk memberikan pengalaman
belajar tertentu pada siswa.
abstrak
verba (1)
simbol visual (2)
radio (3)
film (4)
tv (5)
karya wisata (6)
demonstrasi (7)
partisipasi (8)
observasi (9)
/Z ~Pengalaman
langsung kongkrit (10)
Gambar 1: Kerucut pengalaman Edgar Dale
Pada akhir tahun 1950, teori
komunikasi muiai mempengaruhi penggunaan alat audio visual. Dalarn pandangan
teori komunikasi, alat audio visual berfungsi sebagai alat penyalur pesan dari
sumber pesan kepada penerima pesan. Begitupun dalarn dunia pendidikan, alat
audio visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga
berfungsi sebagai penyalur pesan belajar. Sayangnya, waktu itu faktor siswa,
yang merupakan komponen utama dalam pembelajaran, belurn mendapat perhatian
khusus.
Baru pada tahun 1960‑an, para ahli
mulai memperhatikan siswa sebagai komponen utama dalam kegiatan pembelajaran.
Pada saat itu teori Behaviorisme BF. Skinner mulai mempengaruhi penggunaan
media dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini telah mendorong diciptakannya
media yang dapat mengubah tingkah Iaku siswa sebagai hasil proses pembelajaran.
Produk media pembelajaran yang terkenal sebagai hasil terod ini adalah
diciptakannya teaching machine (mesin pengajaran) dan Programmed Instruction
(pembelajaran terprogram).
Pada tahun 1965‑70, pendekatan sistern (system approach) mulai menampakkan
pengaruhnya dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Pendekatan sistern ini mendorong
digunakannya media sebagai bagian integral dalarn proses pembelajaran. Media,
yang tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu guru, melainkan telah diberi
wewenang untuk membawa pesan belajar, hendaklah merupakan bagian integral dari
kegiatan belajar mengajar.
Dengan demikian, kalau saat ini
kita mendengar kata media, hendaklah kata tersebut diartikan dalarn
pengertiannya yang terakhir, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar
serta sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa).
Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal‑hal tertentu, bisa
mewakili guru menyajikan informasi belajar kepada siswa. Jika program media itu
didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi itu akan dapat diperankan
oleh media meskipun tanpa keberadaan guru.
Peranan media
yang semakin meningkat ini sering menimbulkan kekhawatiran bagi guru. Namun
sebenamya hal itu tak perlu terjadi, seandainya kita menyadari betapa masih
banyak dan beratnya peran guru yang lain. Memberikan perhatian dan bimbingan
secara individual kepada siswa, merupakan tugas penting guru yang terkadang
kurang mendapat perhatian. Hal ini mungkin karena waktu yang ada telah banyak
tersita untuk tugas menyajikan mated pelajaran. Kondisi semacam ini akan terus
terjadi selama guru masih menganggap bahwa dirinya merupakan sumber belajar
utama (apalagi satu‑satunya sumber) bagi siswa. Padahal, jika guru bisa
memanfaatkan berbagai media belaiar secara baik, maka guru dapat berbagi peran
dengan media. Percayakanlah sebagian peran kita kepada media pembelajaran.
Dengan begitu, peran guru akan lebih mengarah sebagai manajer pembelajran.
Tanggungjawab utama manajer pembelajaran adalah menciptakan kondisi sedemikian
rupa agar siswa dapat belajar. Proses kegiatan akan terjadi jika siswa dapat
berinteraksi dengan berbagai sumber belajar. Untuk itu guru bisa lebih banyak
menggunakan waktunya untuk menjalankan fungsinya sebagai penasehat, pembimbing,
motivator dan fasilitator dalam kegiatan belajar.
Sumber :
PUSDIKLAT TENAGA TEKNIS KEAGAMAAN TAHUN 2006
Disusun Oleh: Drs.
Didang Setiawan
DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA BADAN
LITBANG AGAMA DAN LITBANG KEAGAMAAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
TENAGA TEKNIS KEAGAMAAN JAKARTA
untuk melengkapi perpustakaan makalah silahkan klik download dibawah ini
semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar