PENDEKATAN-PENDEKATAN FILSAFAT
PENDIDIKAN
A.
Pendekatan
Progresif
Pendekatan dalam filsafat pendidikan
akan lebih mudah dipahami arti pengertianya bila diajukan pandangan John Dewey
tentang pokok masalah, dalam bukunya yang monumental kontraversal, yaitu Democracy and Education yang dapat
dibaca dan diselami apa yang tersurat dan tersirat di dalamnya, seperti dibawah ini:
a)
Filsafat pendidikan adalah bukanya suatu
pola pikiran yang jadi dan disiapkan sebelumnya dan yang datangnya dari luar
kedalam suatu system praktek pelaksanaan yang amat sangat berbeda asal usulnya
maupun tujuanya.
b)
Filsafat pendidikan tiada lain merupakan
suatu perumusan secara jelas dan tegas eksplisit tentang problem-problem
pembentukan pola kehidupan mental dan moral, dalam kaitanya dalam menghadapi
tantangan kesulitan-kesulitan yang timbul pada kehidupan sosial kontemporer
masa kini.
c)
Definisi filsafat yang paling tepat dan
kena pada inti permasalahanya yang dapat diajukan adalah teori pendidikan dalam
pengertianya yang umum dan teoritis.
d) Pembangunan
kembali filsafat, pendidikan dan surat cita-cita ideal sosial tentang nilai dan
norma, dan metodenya adalah berjalan dan dilaksanakan secara serempak.
e)
Apabila pada saat ini dirasakan perlunya
keharusan membangun kembali pendidikan, dan kebutuhan ini mengharuskan diadakan
peninjauan kembali, suatu pemikiran kembali dasar-dasar pokok sistematika
filsafat tradisional. Hal demikian itu sebagai akibat perubahan sosial yang
besar dan mendasar yang menyertai kemajuan ilmu pengetahuan, relovasi industry
dan perkembangan demokrasi.
Apabila
kita membacanya dan merenungkan isinya, maka tidak boleh tidak kita akan
tertegun dan takjub, betapa tepatnya dan kenanya pada inti persoalan dan
padatnya isi pengertian yang diajukan dan dirumuskanya, yaitu permasalahan
filsafat pendidikan yang berati hubungan antara filsafat dan pendidikan. Apa
yang dimaksudkan dengan pernyataan diatas adalah bahwa dengan membaca dan
mempelajari catatan diatas kita memperoleh pengertian siapa tokoh Dewey, aliran
filsafat pendidikanya, bagaimana pola pemikiranya tentang pendidikan dan hubungan horijontal
antara ilmu filsafat dengan ilmu filsafat yang lain, dan akhirnya siapa yang
ditentangnya dan aliran filsafat pendidikan mana yang tidak disetujui dan
ditentangnya. Dalam itu harus diingat bahwa apa yang dikekemukakan diatas
adalah sama sekali terlepas setuju tidaknya dengan alam pikiran Dewey tentang
pendidikan sebagai proses sosial kemasyarakatan. Oleh sebab mengatakan sesuatu,
memberikan informasi tentang sesuatu, tidak selamanya berate memberikan
penilaian tentang sesuatu, atau tidak selamanya menyetujui sesuatu yang telah
dikatkan atau disampaikan. Tugas penyusun hanya mengatakan siapa Dewey dan
diman posisinya dan kemana ia akan menuju, meskipun kami sepenuhnya setuju dan
akan menuju kea rah yang ditujunya.
1)
Antara
teori dan praktek. Pada dasarnya antara teori dan praktek
adalah hubungan saling mengontrol, teori akan dikontrol oleh pelaksanaan
praktek yang baik, dan sebaliknya praktek dikontrol oleh atau didasarkan pada
landasan teoritis yang baik. Dewey berpendapat
bahwa teori harus merupakan hasil penggalian dalam kenyataan
empiris sosiologis yang berlaku saat
itu.
2)
Pendekatan
roblematis terhadap kenyataan sosiologis.Seperti apa yang
dipercontohkan pada saat ia merumuskan teori pendidikanya, dimana ia menggali
segala yang menggaris bawahi kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat
(dalam hal ini masyarakat Amerika Serikat decade pertama),problema sosial yang
dihadapi dengan cermat dan dengan tepat, merumuskanya kedalam suatu system
pemikiran filosofis, yaitu filsafat pendidikan problematic atau
eksperimentalisme, dalam bentuk pola sikap moral kesusilaan. Sikap mental yang
sesuai dengan kesulitan dan problema yang timbul akibat perubahan yang cepat
adalah yang memandang pikiran sebagai instrument
Untuk menyelesaikan problema dan kesulitan tersebut.
Sikap
moral yang dianggapnya tepat untuk melestarikan kenyataan perubahan sosial yang
cepat diatas adalah nilai sikap yang menghormati keragaman, pembaharuan,
individualitas, dan kebebasan. (plurality,novelty,individuality,and freedom).
Inilah yang disebutkan sebagai nilai-nilai ideal sosial yang harus dikembangkan
dan dilestarikan dari sikap mental diatas disebut dengan metode pemecahan
masalah sebagai metode pembaruan sosial. Inilah pula yang disebut dengan
pendekatan problematic terhadap kenyataan sosial yang cepat berubah.
3)
Filsafat
dan teori pendidikan. Sebagai pokok pikiran ketiga yang
tersirat dalam catatan diatas adalah hubungan antara filsafat dengan teori
pendidikan, dan Dewey berkesimpulan bahwa filsafat dirumuskan sebagai teori
pendidikan yang bersifat umum dan konsepsional. Dengan demikian menurut Dewey
filsafat disamakan dengan teori pendidikan yang secara konsepsional teori
pendidikanya dirumuskan sebagai:
“Educatyon
is that reconstruction or reorganization of experience which adds to the
meaning of experience and which increases ability to direct the course of
subsequent experience”. Suatu definisi pendidikan yang lebih menekankan
pada proses kegiatan yang lebih menekankan pada proses kegiatan yang datangnya
dari dalam diri anak didik, Sehingga kegiatan yang bersifat aktif dan selektif
dari pihak anak didik dalam proses pendidikan dan pengajaran, sebaliknya
definisi konsep pendidikan dibawah ini sangat berbeda bahkan bertentangan
dengan konsep diats, dimana anak didik pasif dan reseptif dalam menerima
pengaruh yang bersifat dan bernikai pendidikan.
“Educatyon is the
giving and getting of knowledge so as to pass on our culture form one
generation to the nexs”.
Suatu definisi konsep yang lebih sesuai
dengan keadaan kondisi sosial masyarakat yang relative tidak banyak mengalami
perubahan dan perkembangan kebudayaan, yang berati pula belum mengalami
pengaruh dari kemajuan ilmu pengetahuan, revolusi industry dan perkembangan
demokrasi, seperti yang dirumuskan dalam definisi pendidikan sebelumnya dari
John Dewey yang progresif pendekatanya.
Dari definisi kedua ini, kita
memperoleh peranan kebudayaan dari pendidikan sebagai unsure kebudayaan, dan
nampaknya lebih sesuai dengan aliran pendidikan yang diprakrasai oleh Johan
Friederich Herbart, dan yang lebih mengarah kepada sifat yang verbalitis,
sebagai akibat penekananya pada penyampaian informasi tentang kebudayaan yang
telah hidup berkembang selama ini dan yang akan dilestarikan di masa-masa
mendatang. Teori Herbart ini secara tidak langsung berpijak pada dasar
pandangan bahwa manusia adalah homo sapiens, sejenis mahluk yang dapat berpikir
dengan modal informasi-informasi yang telah dikumpulkanya melalui pendidikan dan
pengajaran, mendengar dari orang lain yang ditemuinya. Nampaknya suatuyang
dianggap penting dalam kegiatanya dengan pembahasan hubungan antara filsafat
dan teori pendidikan nasional dari Ki Hajar Dewantara, dibawah ini: “Pendidikan
nasional ialah pendidikan yang berdasarkan garis-garis hidup bangsanya (cultural
nasional) dan diajukan untuk keperluan perikehidupan (maaschappelyjk),yang
dapat mengangkat derajat negeri dan rakyatnya, sehingga bersamaan kedudukan dan
pantas bekerjasama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di
seluruh dunia”.
Definisi
pendidikan nasional diatas telah disesuaikan dengan dasar-dasar filsafat
pandidikan nasionalnya dan yang dijadikan asas dasar pendidikan atau perguruan
nasional Taman siswa yang terdiri atas kebangsaan, kebudayaan, kemanusiaan,
kodrat alam dan kemerdekaan, dengan bentuk asrama padepokan pondok sifat
kekeluargaan, isi materi kebudayaan nasional dan dengan system pamong yang
termasyur itu, Bentuk dan sifat diatas merupakan kelanjutan dari asas dasar
kodrad alam, dimana keluarga merupakan pendidikan kodrad yang diterima secara
naluriah sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Demikian pula system pamong dapat
dikaitkan dengan nilai dasar kodrad alam, Dimana guru dan pendidikan tiada
lebih fungsinya sebagai pamong dari anak didik yang sedang menjelajahi
perkembangan kodrad alamiah, Sistem pamong ini didasarkan pada asas spikologis
dalam perkembangan manusia yaitu kebebasan dan bekerja sendiri, Dipandang dari
sudut lain system ini, termasuk bentuk sifat
pendidikan diatas, merupakan kelanjutan dari asas kebudayaan nasional,
dimana sampai pada saat telah dikenal suatu system pendidikan nasipnal yang
dibentuk asrama pada zaman dan tepatnya system pondok pesantren yang masih
dapat dijumpai hidup berkembang di dalam masyarakat.
Perbandingan antara Deweyisme dan
Dewantaraisme, meskipun antara keduanya terdapat perbedaan yang nyata, telah
memperkuat argumentasi Dewey tentang hubungan antara filsafat dengan teori
pendidikanya, Kedua tokoh nasional di Negara masing-masing sama-sama menekankan
prinsip kebebasan tetapi pengertian kebebasan di sini akan memiliki pengertian
yang berbeda bila dikaitkan dengan asas dasar, nilai-nilai dasar yang
elandasinya, yang bersumber pada filsafat dan atau kebudayaanya. Beda antara Deweyisme dengan Herbarteanisme maupun
Dewantaraisme adalah bahwa kedua terakhir ini mendasarkan diri pada filsafat
tradisional, termasuk cabang filsafat metafisika, yang mengakui hakikat
kenyataan yang bersifat metafisis transcendental.
4)
Tiga
bidang pembangunan serempak. Pokok pikiran keempat
adalah masalah pembaruan sosial, yang harus serempak dan searah tujuan dengan
pembaruan pemikiran filsafat dan system pendidikan, oleh sebab kesamaan arah
dan keserempakan pelaksanaanya dari ketiga bidang pembangunan tersebut
merupakan akibat dari sebab-sebab yang sama, atau factor-faktor panyebab yang
sama, yaitu tenaga pengembangan sosial, yang terdiri factor kemajuan ilmu
pengetahuan, revolusi industry dan perkembangan demokrasi. Gejala keserempakan
dan kesamaan sebagai akibat kesamaan factor-faktor penyebabnya dibuktikan dan
diperkuat pendapat Dewey tentang rumusan tujuan pendidikanya, yaitu efisian
sosial (social efficiency) yang berbunyi:The power to joint freely and fully in
shared or comoon activities”. Yang artinya kemampuan untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan demi pemenuhan kepentingan bersama dan kesejahteraan bersama,secara
maksimal dan bebas.Tata susunan masyarakat yang dapat menampung individu yang
memiliki ofisiensi sosial diatas adalah system demokrasi yang didasarkan atas
“freedom, mutual interests, and mutual interests, as a mean of social
control,”Yang artinya kebebasan, asas ini merupakan sarana control sosial
masyarakat. Apabila pembawaan tentang tiga bidang pembangunan sosial yang harus
searah dan serempak, maka terbukti betapa tajam dan cermat pemikiran tokoh
Dewey yang controversial ini, mengingat betapa bahayanya bila tidak mendapat
ketidaksejajaran antara ketiga bidang pembangunan sosial diatas. Umpamanya
ideal sosial yang dicita-citakan adalah masyarakat sosialis yang religious,
aliran filsafatnya adalah aliran materialisme historis, dan pendidikanya
menganut system soft education, yang individualistis dan menekan kebebasan anak
dalam proses pendidikan dan pengajaran. Pada ketiga aliran diatas memiliki
dasar-dasar pandangan yang berbeda terhadap kehidupan agama, kehidupan Negara
dan kehidupan individu. Pertentangan nilai akibat perbedaan pandangan tentang
kehidupan diatas, menyebabkan perkembangan pola hidup yang amosfs, bentuk pola
kehidupan yang tidak terbentuk, yang membingungkan orang itu sendiri dan orang
lain yang akan berhubungan dan menentukan sikap terhadap orang yang
bersangkutan.
B. Pendekatan
Tradisional
Pendekatan
ini berbeda dengan pendekatan progresif secara sederhana dapat dijelaskan
dengan bahwa pada pendekatan mengakui dan mementingkan dunia sana yang
transcendental metafisis yang langgeng, yang menentukan tujuan hidup dan sekali
gus tujuan manusia, sehingga akan terjadi sumber-sumber dasar nilai dari
filsafat pendidikanya. Sedang tenaga sosial hanya akan menyediakan sarana, yang
dengan sarana tersebut akan dicapai tujuan-tujuan diatas, dengan kata lain
tenaga pengembangan sosial ini akan memberikan modal dalam penyusunan science
of education yang diperlukan. Menurut asas pendekatan tradisional antara
filsafat pendidikan dan science of education dibedakan secara tegas, sedang
pada pendekatan progresif keduanya bersumber pada kenyataan yang sama, dan satu-satunya
yaitu tenaga pengembang sosial masyarakat diatas. Maka dari itu pendekatan
progresif hanya berpijak kepada teori etika dan metode penyesuaian masalah
sosial, yaitu pola dasar sikap moral dan pola dasar sikap mental seperti
diuraikan diatas, dan menentang segala hal yang berkaitan tentang kenyataan
transcendental metafisis yang spiritual
dan didunia sana di masa mendatang. Sebaliknya pendekatan-pendekatan
tradisional,seperti namanya, sangat taat dan sistematika filsafat tradisional,
yang menepatkan filsafat sebagai dasar pendidikan dan pengajaran. Ini terbukti
dengan penempatan filsafat metafisika, yang sangat ditentang oleh aliran
pendekatan progresif, sebagai masalah pokok dalam filsafat pendidikan. Bagi
pendekatan ini, betapa pun sulitnya masalah bidang metafisika ini, tetap harus
ditempatkan sebagai pusat perhatian pertama dan utama dakam setiap pembahasan
filsafat pendidikan. Pendekatan ini berpijak kepada asumsi dasar bahwa tidak
dapat dipungkiri, Bahwa masalah ini adalah masalah yang abstrak dan universal
sekali, sehingga sulit dipelajari dan dibuktikan kenyataanya, namun tidak
berarti bahwa kenyataan yang metafisis itu tidak ada, Asumsi ini menurut para
penganjur ilmu filsafat pendidikan agar apabila kita tidak dapat menentukan
segala hal yamg bersifat metafisis, tidak berate kenyataan itu tidak ada,
tetapi kesalahan mungkin terletak pada cara-cara pencarianya atau mungkin
keterbatasan kemampuan berpikir dan pikiran orang yang melakukanya. Atau
mungkin orang tersebut,mendustai dirinya, sadar akan kenyataan tersebut tetapi
tidak jujur terhadap kesadaranya sendiri. Salah satu pembuktian tentang
kenyataan alam metafisis dalam pengertian kenyataan dunia pengalaman dibalik
dan sesudah dunia yang fana ini adalah kenyataan bahwa apabila sesuatu atau
segala masalah yang terjadi dan timbul di dunia ini dapat diselesaikan di dunia
ini, Kesalahan yang telah dibuat, atau dosa kita, atau hutang, baik didunia
ini, maka dan sekali lagi, maka apa gunanya atau apa perlunya di dunia sekarang
ini kita berbuat baik. Ternyata banyak masalah yang tidak diselesaikan, dank
arena itu diselesaikan sesudah mati, di dunia sana yang metafisis. Sebagai
ilustrasi tentang pendekatan tradisional ini, dan melanjutkan apa yang telah
dikekemukakan dalam kaitanya dengan aliran Herbartianisme, sebagai bandingan
terhadap aliran Deweyisme, di bwah ini dianjurkan uraian singkat tentang aliran
filsafat pendidikan esentialisme dan atau pereenialisme, Biasanya kedua aliran
ini disejajarkan, karena keduanya tidak berbeda dalam ajaran dasarnya. Keduanya
bersumber pada dasar yang sama tentang antropologi metafisiknya, yaitu ajaran
Aristoteles dan Plato tentang hakikat kenyataan dan hakikat manusia, Aliran
Essentialisme diseut filsafat pendidikan sekuler, Sedang aliran Perennialisme
disebut filsafat pendidikan keagamaam. Essentialisme mengajarkan hakikat
manusia sebagai sejenis binatang yang dapat berpikir, dan Perennialisme
melanjutkan dasar titik tolak ini dengan mengatakan bahwa Tuhan dianggap
sebagai Sang Maha kesadaran mutlak (absolute consciousness , Sedang manusia
sebagai cerminan rasio Tuhan disebut sebagai kesadaran pribadi (Personal
consciousness )yang terbatas kemampuan daya ciptanya, Asas kedua adalah bahwa hakikat
jiwa manusia adalah terdiri atas daya-daya jiwa yang berbeda dan bekerja secara
terpisah-pisah atau bersama-sama, yang menimbulkan gejala kesadaran atau
tingkah laku, Setiap daya-daya jiwa seperti penginderaan, pengamatan ingatan,
tanggapan, pikiran dan perasaan akan dapat berkembang dan atau dikembangkan dan
atau dikembangkan sesuai dengan bahan-bahan pelajaran tertentu. Berdasar jalan
pemikiran ini maka dalam kepustakaan pendidikan dan psikologi pendidikan kita dikenalkan
konsep istilah mata pelajaran ingatan, pikiran, hafalan, ekspresi, dan mata
pelajaran keterampilan. Sebagai asas ketiga dan sesuai dengan asas kedua
diatas, adalah bahwa nilai fungsianal mata pelajaran adalah untuk pembentukan,
atau disiplin menilai formal teoritis intelektual. Sehingga semakin sulit bahan
pelajaran semakin tinggi nilai pembentukan nilainya. Semakin keras dan ketat
latihan-latihan semakin kuat dan besar nilai pembentukanya. Apakah bahan
pelajaran yang disajikan sesuai dengan kehidupan sosialnya, dan digunakan untuk
mengadakan penyesuaian diri terhadap lingkunganya, tidak menjadi masalah bagi
aliran ini.
untuk melengkapi perpustakaan makalah silahkan klik download dibawah ini
semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar