filsafat dan tokoh-tokohnya


TOKOH-TOKOH FILSAFAT

1.THALES
Thales (624-546 SM), orang Miletus itu, digelari Bapak Filsafat karena dialah yang mula-mula berfilsafat. Gelar itu diberikan karena ia mengajukan pertanyaan yang amat mendasar, yang jarang diperhatikan orang, juga orang zaman sekarang: What is the nature of the world stuff? (Mayer, 1950:18) Apa benarnya bahan alam semesta ini? Tak pelak lagi, pertanyaan ini amat mendasar. Jawaban ini sebenarnya amat sederhana, dan belum tuntas. Belum tuntas karena dari apa air itu? Thales mengambil air sebagai asal alam semesta barangkali karena ia melihatnya sebagai sesuatu yang amat diperlukan dalam kehidupan, dan menurut pendapatnya bumi ini terapung di atas air (Mayer, 1950:18). Lihatlah, jawabannya amat sederhana; pertanyaannya jauh lebih berbobot ketimbang jawabannya.

2.ANAXIMANDER
Anaximander mencoba menjelaskan bahwa substansi pertama itu bersifat kekal dan ada dengan sendirinya (Mayer, 1950:19). Anaximenes mengatakan itu udara. Udara merupakan sumber segala kehidupan, demikian alasannya. Pembicaraan ketiga filosof ini saja telah memperlihatkan bahwa di dalam filsafat dapat terdapat lebih dari satu kebenaran tentang satu persoalan. Sebabnya ialah bukti kebenaran teori dalam filsafat terletak pada logis atau tidaknya argumen yang digunakan, bukan terletak pada kongklus. Di sini sudah kelihatan bibit ralatisme yang kelak dikembangkan dalam filsafat sofisme.
3.HERACLITUS
Paham relativisme semakin mempunyai dasar setelah Heraclitus (544-484 SM) menyatakan, "You can not step twice into the same river; for the fresh waters ire ever flowing upon you" (Engkau tidak dapat terjun ke sungai yang sama dua kali karena air sungai itu selalu mengalir) (Warner, 1961:26).
Menurut Heraclitus alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah; sesuatu yang dingin berubah menjadi panas, yang panas berubah menjadi dingin. itu berarti bahwa bila kita hendak memahami kehidupan kosmos, kita mesti menyadari bahwa kosmos itu dinamis. Kosmos tidak pernah dalam keadaan berhenti (diam); ia selalu bergerak, dan bergerak berarti berubah. Gerak itu menghasilkan perlawanan-perlawanan. Itulah sebabnya ia sampai pada konklusi bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini bukanlah bahan (stuff)-nya seperti yang dipertanyakan oleh filosof pertama itu, melainkan prosesnya (Warner, 1961:28). Pernyataan "semua mengalir" berarti semua berubah bukanlah pernyataan yang sederhana. Implikasi pernyataan ini amat hebat. Pernyataan itu mengandung pengertian bahwa kebenaran selalu berubah, tidak tetap. Pengertian adil pada hari ini belum tentu masih benar besok. Hari ini 2 X 2 = 4, besok dapat saja bukan empat. Pandangan ini merupakan warna dasar filsafat sofisme.
PARMANIDES
Parmanides adalah salah seorang tokoh relativisme yang penting, kalau bukan yang terpenting. Parmanides yang lahir pada kira-kira tahun 450 SM dikatakan sebagai logikawan pertama dalam sejarah filsafat, bahkan dapat disebut filosof pertama dalam pengertian modern. Sistemnya secara keseluruhan disandarkan pada deduksi logis, tidak seperti Heraclitus, misalnya, yang menggunakan metode intuisi. Ternyata Plato amat menghargai metode Parmanides itu, dan Plato lebih banyak mengambil dari Parmanides dibandingkan dengan dari filosof lain pendahulunya.
4.ZENO
Zeno (menurut Plato ia lahir pada tahun 490 SM) mulai memperlihatkan konsekuensi rumus tersebut. la dapat merelatifkan kebenaran yang telah mapan. Perhatikanlah
(1)   Anda tidak pernah mencapai garis finis dalam suatu balapan. Untuk mencapai garis finis itu mula-mula Anda harus menempuh separuh jarak, lalu setengah dari separuh jarak, kemudian setengah dari sisa, selanjutnya ialah menghabiskan sisa yang tidak pernah akan habis.
(2)   Anak panah yang meluncur dari busurnya, apakah bergerak atau diam? Kata Zeno, diam. Diam ialah bila suatu benda pada suatu saat berada pada suatu tempat. Anak panah itu setiap saat berada di suatu tempat.
Biasanya orang-orang sofis itu tidak disenangi oleh para filosof. Sifat mereka itu amat ditentang oleh Socrates dan Plato. Pada kata "sofis" itu sendiri terkandung pengertian tipuan, hipokret, dan sinis. Menurut para filosof, mereka itu adalah orang-orang yang kurang terpelajar, baik di dalam sains maupun dalam filsafat. Mereka itu ingin dianggap populer dengan idea-ideanya tanpa memperlihatkan sesuatu yang orisinal.
Pemikiran sofis itu mempunyai ciri berupa pandangan yang saling bertentangan. Yang lain, seperti Hippias, mengajarkan moral yang mengajarkan keadilan yang absolut.
Sebagian dari para filosof menentang orang-orang sofis karena mereka mau menerima uang dari ajaran mereka.
5.PROTAGORAS
Salah seorang tokoh di bansan sofis ialah, Protagoras. Ia menyatakan bahwa (manusia adalah ukuran kebenaran (Mayer, 1950:84). Pernyataan ini merupakan tulang punggung humanisme. Yang jelas ialah ia menyatakan bahwa kebenaran itu bersifat pribadi (private). Akibatnya ialah tidak. akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama.
6.GORGIAS
Gorgias datang ke Athena pada tahun 427 SM dari Leontini. Ada tiga proposisi yang diajukan oleh Gorgias. Pertama, tidak ada yang ada; maksudnya, realitas itu sebenarnya tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak akal dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi. Proposisi ketiga Gorgias ialah, sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beri tahukan kepada orang lain.
Thrasymachus digambarkan oleh Plato dalam Republic sebagai prototipe Machiavelli. la mengatakan bahwa keadilan hanya dapat ditegakkan bila ada yang mendukungnya;
Antiphon menganggap Tuhan itu harus diperoleh dengan menggunakan rasio. la beranggapan bahwa kemajuan hanya dapat diraih dengan jalan memajukan pendidikan, bukan melalui agama.
7.SOCRATES
Dua hal ini akan menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates harus bangkit. la harus meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran. itu relatif.
 Sayangnya, Socrates tidak, meninggalkan tulisan Ajarannya kita peroleh dari tulisan murid-muridnya terutama Palato. Kehidupan Socrates (470-399 SM) berada di tengah-tengah keruntuhan imperium Athena.
Socrates adalah seorang penganut moral yang absolut dan meyakin bahwa menegakkan moral merupakan tugas filosof, yang perdasarkan idea-idea rasional dan keahlian dalam pengetahuan.
Antara tahun 421 dan 416 SM adalah masa-masa buruknya hubungan antara Athena dan Sparta. Periode ini menyaksikan kebangkitan Alcibiades. salah seorang murid Socrates. Akan tetapi, ia pula yang menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kehancuran Athena, la bertanggung jawab atas kekalahan Athena di Syracuse 413 SM. Tiga tiran berkuasa dengan tangan besi dan menggunakan meeode teror.
Tahun 403 SM demokrasi untuk terakhir kalinya dicoba dibangun, tetapi itu bukanlah pemerintahan yang bijaksana. Di bawah sponsor merekalah pada tahun 399 SM Socrates dituduh dengan dua tuduhan: merusak pemuda dan menolak tuhan-tuhan negara.
Untuk membuktikan tuduhan itu Socrates diadili oleh pengadilan Athena. Pidato pembelaannya yang ditulis oleh Plato, berjudul Apologia, termasuk salah satu bahan penting untuk mengetahui ajaran Socrates.
Bertens (1975:85-92) menjelaskan ajaran Socrates sebagai berikut ini. Ajaran itu ditujukan untuk menentang ajaran relativisme sofis.
 Menurut pendapat Socrates ada kebenaran obyektif, yang tidak bergantung pada saya atau pada kita. Ini memang pusat permasalahan yang dihadapi oleh Socrates. Untuk membuktikan adanya kebenaran yang obyektif, Socrates menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan Ia menganalisis pendapat-pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah.
 Sering terjadi percakapan itu berakhir dengan aporia (kebingungan). Akan tetapi, tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna. Metode yang digunakan oleh Socrates biasanya disebut dialektika, dari kata kerja Yunani dialegesthai yang berarti bercakap-cakap atau berdialog. Metode Socrates dinamakan dialektika karena dialog mempunyai peranan penting di dalamnya. Di dalam traktatnya tentang metafisika, Aristoteles memberikan catatan mengenai metode Socrates ini. Yang pertama ialah ia menemukan induksi dan yang kedua ia menemukan definisi.
Dalam logikanya Aristoteles menggunakan istilah induksi tatkala pemikiran bertolak dari pengetahuan yang khusus, lalu menyimpulkan pengetahuan yang umum. Itu dilakukan oleh Socrates. Nah, ada banyak orang yang mempunyai keahlian tertentu yang dianggap mereka masing-masing mempunyai arete. Karena itulah Socrates bertanya kepada tukang besi, apa keutamaan bagi mereka; kepada negarawan, filosof, pedagang, dan sebagainya, apa pengertian arete bagi mereka. Ciri-ciri keutamaan bagi mereka masing-masing tentulah tidak sama, tetapi ada ciri atau ciri-ciri yang sama; artinya ada ciri keutamaan yang disepakati oleh masing-masing dari mereka. Socrates mengupayakan sifat umum keutamaan dengan cara menyebut ciri yang disetujui bersama dan menyisihkan ciri khusus yang tidak disetujui bersama. Itulah cara membuat definisi tentang suatu obyek.
Dari usaha ini Socrates menemukan definisi, penemuannya yang kedua, kata Aristoteles. Tentu saja penemuan kedua ini berhubungan erat dengan penemuan pertama tadi karena definisi ini diperoleh dengan jalan mengadakan induksi itu. Bagi kita, yang sudah biasa membentuk dan menggunakan definisi, barangkali merasakan definisi itu bukan sesuatu yang amat penting, jadi bukan suatu penemuan yang berharga. Akan tetapi, bagi Socrates pada waktu itu penemuan definisi bukanlah hal yang kecil maknanya; penemuan inilah yang akan dihantamkannya kepada relativisme kaum sofis.
Orang sofis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan kepada orang sofis bahwa pengetahuan yang umum ada, yaitu definisi itu. Jadi, orang sofis tidak seluruhnya benar: yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus; yang khusus itulah pengetahuan yang kebenarannya relatif mari kita ambil contoh ini.
Apakah kursi itu? Kita periksa seluruh kalau bisa kursi yang ada di dunia ini. Kita menemukan kursi hakim, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya empat, dari bahan jati; kita lihat kursi malas, ada tempat duduk dan sandaran, kainnya dua, dari besi anti karat; kita periksa kursi makan, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya tiga, dari rotan; begitulah seterusnya. Nah, kita lihat pada setiap kursi itu selalu ada (1) tempat duduk dan (2) sandaran. Kedua ciri ini terdapat pada setiap kursi. Ciri-ciri yang lain tidak dimiliki oleh semua kursi tadi. Maka semua orang akan sepakat bahwa kursi adalah tempat duduk yang bersandaran. Perhatikanlah, semua orang akan sepakat, berarti ini merupakan kebenaran obyektif umum, tidak subjektif relatif. Tentang jumlah kaki, bahan, dan sebagainya merupakan kebenaran yang relatif. Jadi, memang ada pengetahuan yang umum, itulah definisi.
Bukti adanya kesepakatan umum itu, pengertian umum itu, definisi itu ialah bila kita memesan kursi pada tukang kursi. Kita cukup mengatakan agar tukang kursi membuat kursi untuk kita, dengan tidak usah mengatakan "buatkan kursi yang ada tempat duduk dan sandarannya". Mengapa tidak usah? Karena tukang kursi itu telah mengetahui, karena merupakan kebenaran umum bahwa kursi tentulah ada tempat duduk dan sandarannya. Yang perlu ditulis dalam pesanan kursi itu ialah ciri-ciri lain yang tidak merupakan kesepakatan umum. Harus kita sebutkan agar dibuatkan kursi kaki empat, bahan kayu jati, dan sifat-sifat khusus lainnya yang dikehendaki. Ciri umum itu disebut ciri esensi dan semua ciri khusus itu disebut ciri aksidensif Definisi ialah penyebutan semua ciri esensi suatu obyek dengan menyisihkan semua ciri aksidensinya (Mehra, 1968:24).
Dengan mengajukan definisi itu Socrates telah dapat "menghentikan" laju dominasi relativisme kaum sofis. Jadi, kita bukan hidup tanpa pegangan; kebenaran sains dan agama dapat dipegang bersama sebagiannya, diperselisihkan sebagiannya. Dan orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan akidah agama mereka.
Plato memperkokoh tesis Socrates itu. la mengatakan kebenaran umum itu memang ada. la bukan dicari dengan induksi seperti pada Socrates, melainkan telah ada "di sana" di alam idea. Kubu Socrates semakin kuat. Orang sofis semakin kehabisan pengikut. Ajaran bahwa kebenaran itu relatif semakin ditinggalkan, semakin tidak laku. Orang sofis kalap, lalu menuduh Socrates merusak mental pemuda dan menolak tuhan-tuhan. Socrates diadili oleh hakim Athena. Di sana ia mengadakan pembelaan panjang lebar yang ditulis oleh muridnya. Plato, di bawah judul apologia (pembelaan). Dalam pembelaan itu ia menjelaskan ajaran-ajarannyan seolah-olah ia mengajari semua orang yang hadir di pengadilan itu. Socrates dinyatakan bersalah dengan perbandingan 280 (281) yang menyalahkan Socrates dan 220 yang membenarkannya, jadi kalah suara 60 (61). Ia dijatuhi hukuman mati. Seandainya Socrates memilih hukuman dibuang ke luar kota, tentu hukuman itu akan diterima oleh hakim tersebut, tetapi Socrates tidak mau meninggalkari kota asa'lnya. Socrates menawarkan hukuman denda 30 mina (mata uang Athena/waktu itu). Pilihan ini ditolak oleh para hakim karena dianggap terlalu kecil, terutama karena Socrates dalam pembelaannya dirasakan telah menghina hakim-hakimnya. Biasanya hukuman mati dilaksanakan dalam tenggang waktu 12. jam dari saat diputuskannya hukuman itu. Akan tetapi, pada waktu itu ada satu perahu layar Athena yang keramat sedang melakukan perjalanan tahunan ke kuil di Pulau Delos, dan menurut hukum Athena, hukuman mati baru boleh dijalankan bila perahu itu sudah kembali. Oleh karena itu, satu bulan lamanya Socrates tinggal dalam penjara sambil bercakap-cakap dengan para sahabatnya. Salah seorang di antara mereka, yaitu Kriton, mengusulkan supaya Socrates melarikan diri, tetapi Socrates menolak. Di dalam dialog yang berjudul Phaidon, Plato menceritakan percakapan Socrates dengan para muridnya pada hari terakhir hidupnya, dan ia melukiskan pula bagaimana Socrates pada suatu senja dengan tenang meminum racun dikelilingi oleh para sahabatnya (lihat Bertens, 1975:83).
Sekalipun Socrates mati, ajarannya tersebar justru dengan cepat karena kematiannya itu. Orang mulai mempercayai adanya kebenaran umum.
8.PLATO
Plato, salah seorang murid dan teman Socrates, memperkuat pendapat guru itu. Menurut Plato, kebenaran umum (definisi) itu bukan dibuat dengan cara dialog yang induktif seperti pada Socrates pengertian umum itu sudah tersedia di "sana" di alam idea. Definisi pada Socrates dapat saja diartikan tidak memiliki realitas. Nah, menurut Plato esensi itu mempunyai realitas. Realitasnya, ya, di alam idea itu. Untuk menjelaskan hakikat idea tersebut Plato mengarang mitos penunggu gua yang sangat terkenal itu, yang dimuatnya di dalam dialog Politea yang, dikutipkan berikut ini (diambil dari Bertenss, 1975:110-111).
Manusia dapat dibandingkan demikian katanya dengan orang-orang tahanan yang sejak lahirnya terkurung dan terbelenggu di dalam gua. Di belakang mereka ada api menyala sementara mereka hanya dapat menghadap ke dinding gua. Beberapa orang budak belian berjalan-jalan di depan api itu sambil memikul bermacam-macam benda. Hal itu mengakibatkan bermacam-macam bayangan yang jatuh pada dinding gua. Karena orang-orang tahanan itu tidak dapat melihat ke belakang, mereka hanya menyaksikan bayangan, dan bayangan itu disangka mereka sebagai realitas yang sebenarnya dan tidak ada lagi realitas yang lain. Namun, setelah beberapa waktu seorang tahanan dilepaskan. la melihat di belakang mereka, yaitu di mulut gua, ada api yang menyala. la mulai memperkirakan bahwa bayangan-bayangan yang disaksikan mereka tadi bukanlah realitas yang sebenarnya. Lalu ia diantar ke luar gua, dan ia melihat matahari yang menyilaukan matanya. Mula-mula ia berpikir bahwa ia sudah meninggalkan realitas. Akan tetapi, berangsur-angsur ia pun menginsafi bahwa justru itulah realitas yang sebenarnya, dan ia menyadari bahwa dulu ia belum pernah menyaksikannya. Lalu ia kembali ke dalam gua, ya, ke tempat kawan-kawannya yang masih diikat di situ. la bercerita kepada teman-temannya bahwa yang dilihat mereka pada dinding gua itu bukanlah realitas yang sebenarnya, melainkan hanyalah bayangan. Namun, kawan-kawannya itu tidak mempercayai perkataannya, dan seandainya mereka tidak terbelenggu, pasti mereka akan membunuh siapa saja yang mencoba melepaskan mereka dari belenggunya. Kalimat terakhir ini mengiaskan kematian Socrates.
Mitos ini menjelaskan bahwa gua adalah dunia yang dapat ditangkap oleh indera. Kebanyakan orang dapat diumpamakan orang tahanan yang terbelenggu; mereka menerima pengalaman spontan begitu saja. Akan tetapi ada beberapa orang yang mulai memperkirakan bahwa realitas inderawi hanyalah bayangan, mereka adalah filosof. Mula-mula mereka merasa heran sekali, tetapi berangsur-angsur mereka menemukan idea "Yang Baik" (matahari) sebagai realitas tertinggi. Untuk mencapai kebenaran yang sebenarnya itu manusia harus mampu melepaskan dari pengaruh indera yang menyesatkan itu. Dan sebagaimana di dalam mitos. itu, filosof pun tidak akan dipercayai orang.
Dengan demikian, jelaslah bahwa kebenaran umum itu memang ada, bukan,dibuat, melainkan sudah adadi alam idea. Plato memperkuat Socrates da lam menghadapi kaum sofis. Bila diperhatikan dengan cermat isi pidato pembelaan Socrates sebagaimana ditulis oleh Plato di dalam Apologia, tampak dengan jelas bahwa Socrates sebenarnya tidak hanya mengandalkan pendapatnya pada akal (reason), tetapi juga pada kekuatan hati (rasa) Cobalah renungkan kutipan berikut ini (lihat Hassan, 1973:52-53,56).
Sekarang, Tuan-Tuan, ikutilah aku menguji ketidak tetapan orang ini; dan kau, Miletus, jawablah. Apakah ada orang yang percaya pada hal-hal manusiawi tanpa percaya pada manusia? Adakah orang percaya akan kemahiran memacu kuda tanpa percaya pada adanya kuda? Atau permainan seruling tanpa adanya seruling? Tidak, sahabatku. Kuberikan jawaban ini bagimu dan bagi sidang pengadilan ini. Dapatkah orang percaya pada lembaga-lembaga kerohanian dan kesucian tanpa percaya pada adanya roh-roh kudus? Tidak mungkin. Aku percaya pada hal-hal kerohanian, mutlak pula bagiku percaya pada adanya roh-roh atau dewa-dewa. Kalau roh-roh itu adalah putra tuhan, maka aku harus percaya juga pada adanya tuhan.
Tuan-Tuan, jangan dikira aku saat ini sedang mengemukakan alasan untuk keselamatan diriku. Justru demi keselamatanmu agar kalian tidak berdosa terhadap Tuhan oleh segala tuduhanmu terhadap diriku, sedangkan aku ini dikaruniakan Tuhan kepadamu. Kalau kalian bunuh juga aku, tak akan mudahlah bagimu untuk mendapat seseorang yang dapat menggantikan aku karena aku ini laksana langau kuda yang dianugerahkan Tuhan kepada negara; negara adalah semacam kuda besar yang dipelihara baik-baik sehingga karena besarnya maka ia kurang lincah bergerak, dan setiap kali perlu dirangsang untuk menggugahnya. Demikianlah aku ini ditempatkan Tuhan di negara ini untuk membangkitkan kewaspadaan kalian semua di mana saja sehari-hari aku berada bersama kalian.
Plato dengan ajaran idea yang lepas dari obyek, yang berada di alam idea, bukan hasil abstraksi seperti pada Socrates, jelas memperkuat posisi Socrates dalam menghadapi sofisme. Idea itu umum, berarti berlaku umum. Sama dengan gurunya itu, Plato juga berpendapat bahwa selain kebenaran yang umum itu ada kebenaran yang khusus, yaitu "kongkretisasi" idea di alam ini. "Ku- cing" di alam idea berlaku umum, kebenaran umum; "kucing hitam di rumah saya" adalah kucing yang khusus.

ARISTOTELES
Aristoteles, murid dan juga teman serta_guru Platp,_adalah orang yang mendapat pendidikan yang baik belum menjadi filosof. Keluarganya adalah orang-orang yang tertarik pada ilmu kedokteran. Sifat berpikir saintifik ini besar pengaruhnya pada Aristoteles. Oleh karena itu, kita menyaksikan filsafat Aristoteles berbeda.war.nanva^dari filsafat_Plato:'sisfematis, amat dipengaruhi oleh metode metode empiris
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stagira, sebuah kota di Thrace. Ayahnya meninggal tatkala ia masih amat muda. la diambil oleh Proxenus, dan orang ini memberikan pendidikan yang istimewa kepadanya. Tatkala Aristoteles berumur 18 tahun, ia dikirim ke Athena dan dimasukkan ke Akademia Plato. Waktu itu memang merupakan kebiasaan orang mengirimkan anaknya ke tempat yang jauh yang merupakan pusat-pusat perkembangan intelektual. Di sanalah ia belajar, tentu saja pada Plato.
Dalam pergaulan tingkat atas, ia barangkali lebih berhasil ketimbang Plato; ia pernah menjadi tutor (guru) Alexander, putra Philip dari Mosedonia, seorang diplomat yang ulung dan jenderal yang terkeriat. Sebagai tutor bagi Alexander, Aristoteles mempunyai pengaruh yang'besar terhadap sejarah dunia. Alexander tidak hanya menerima seluruh idea dan rencananya, lebih dari itu juga pola pikirnya. Antara tahun 340-335 SM Aristoteles menekuni riset di Stagira, dibantu oleh Theophrastus yang juga alumnus Athena. Riset yang intensif itu dibiayai oleh Alexander, dan menghasilkan kemajuan dalam sains dan filsafat.
Tatkala Alexander berperang di Asia pada tahun 334 SM, Aristoteles pergi lagi ke Athena; bukan sebagai murid, melainkan ia mendirikan sekolah yang bernama Lyceum. Terjadilah persaingan hebat antara Lyceum dan Akademi. Persaingan ini telah mendorong Aristoteles untuk meningkatkan penelitiannya. Hasilnya ia tidak hanya dapat menjelaskan prinsip-prinsip sains, tetapi juga ia mengajarkan politik, retorika, dan dialektika.
Lama-kelamaan posisinya di Athena menjadi tidak aman karena ia orang asing dan teman Alexander. Orang-orang Athena yang anti-Macedonia memandang Aristoteles sebagai menyebarkan pengaruh yang bersifat subversif, makanya ia berpikir lebih bijak ia meninggalkan Athena. la juga dituduh ateis. la pindah ke Chalcis dan meninggal di sana pada tahun 322 SM.
Banyak karyanya yang hilang, tetapi yang masih ada pun dapat menjelaskan bahwa ia pekerja keras. Karangannya tentang logika berjudul Organon yang berisi tentang categories. Bukunya, On Interpretation, membahas berbagai tipe proposisi. Buku Prior Analytics membicarakan silogisme; di sini kita menemukan aturan silogisme dan konsep induksi. Bukunya, Posterior Analytics, memberikan penjelasan ilmiah tentang pengetahuan sains. Bukunya yang penting  bagi persoalan kita On Sophistical Refutations, membuktikan kepalsuan logika orang sofis? Masih banvak bukunya yang lain (lihat Mayer: 142).
Perkembangan penting dalam filsafat dibantu oleh klasifikasi yang diusulkan oleh Aristoteles. la tertarik pada fakta yang spesifik dan juga yang umum (universal). la biasanya memulai dari gejala partikular menuju kongklusi universal. Jadi, induksi menuju generalisasi. Agak berbeda dari Plato, ia sangat tertarik pada pengetahuan kealaman dalam filsafatnya, dan karena itu ia mementingkan observasi.
Di dalam dunia filsafat Aristoteles terkenal xsebagai bapak logika, logikanya disebut logika tradisiobnal karena nantinya berkembang apa yang disebut logika modern. Logika Aristoteles itu sering juga disebut logika formal.
Bila orang-orang sofis banyak yang menganggap manusia tidak akan mampu memperoleh kebenaran, Aristoteles dalam Metaphysics menyatakan bahwa manusia dapat mencapai kebenaran (Mayer: 152). Salah satu teori metafisika Aristoteles yang penting ialah pendapatnya yang mengatakan bahwa matter dan Jhonn itu bersatu; matter memberikan substansi sesuatu yang memberikan pembungkusnya. Setiap obyek terdiri atas matter dan form (Mayer: 155). Jadi, ia telah mengatasi dualisme Plato yang memisahkan matter dan form; bagi Plato matter dan form berada sendiri-sendiri. la juga berpendapat bahwa matter itu potensial dan form itu aktualitas.
Namun, ada substansi yang murni, tanpa potentiality, jadi tanpa matter, yaitu Tuhan. Aristoteles percaya pada adanya Tuhan Bukti adanya Tuhan menurutnya. ialah Tuhan sebagai penyebab gerak (a firs cause of motion)
Tuhan itu menurut Arisroteles berhubungan dengan dirinya sendiri. Ia tidak berhubungan;. Dengan (tidak mempedulikan) alam ini. Ia bukan pesona. Ia tidak memperhatikan doa dan keinginan manusia. Dalam mencintai Tuhan, kita tidak usah mengharap ia mencintai kita. Ia adalah kesempurnaan tertinggi dan mencontoh ke sana untuk perbuatan dan pikiran-pikiran kita (Mayer; 159)
Pada Aristoteles kita menyaksikan bahwa pemikiran filsafat lebih maju, dasar-dasar sains diletakkan. Tuhan dicapai dengan akal, tetapi ia percaya pada Tuhan. Jasanya dalam menolong Plato dan Socrates memerangi orang sofis. ialah karena bukunya yang menjelaskan palsunya logika yang digunakan oleh tokoh-tokoh sofisme