LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


1.      PENDIDIKAN FORMAL
A.    Pendidikan Agama Islam Di Sekolah
Kelahiran pendidikan agama yang sekarang ini kita kenal menjadi  mata pelajaran/mata  kuliah  tersendiri ataupun integralistik berakar pada persoalan pendidikan sekuler minus agama yang dikembangkan pemerintah penjajahan. Pendidikan yang demikian ini dulu dinilai masyarakat sebagai bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tercerabut dari akar budaya bangsa. Ibarat bangunan, pendidikan telah dibangun di atas ruang hampa. Akhirnya masyarakat Indonesia menuntut pembelajaran agama kembali diajarkan. Usaha menghidupkan kembali eksistensi pembelajaran agama ini menemukan momentumnya setelah terbit UU Nomor 4 Tahun 1950 dan peraturan bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Agama tanggal 16 Juli 1951 yang menjamin adanya pendidikan agama di sekolah negeri. Hingga kini, model pembelajaran semacam ini terus berlangsung di seluruh jenis
pendidikan. Kecuali di madrasah yang muatannya ditambah dengan materi keagamaan khas madrasah, dan kecuali pendidikan keagamaan karena kandungan ilmu keagamaannya yang lebih luas telah menggantikan mata pelajaran pendidikan agama.

a.       Sejarah Pendidikan Agama
Sejarah muncul tenggelamnya pendidikan agama di sekolah-sekolah sekuler binaan Belanda menurut catatan Zuhairini dkk, (1983) dapat dirinci menjadi dua fase:
1.      Periode sebelum Indonesia merdeka
2.      Periode sesudah Indonesia merdeka.
(Metodik Khusus Pendidikan Agama, hlm 16-20)

Pada periode zaman penjajahan Belanda, di sekolah-sekolah umum secara resmi belum diberikan pendidikan Agama. Hanya pada fakultas-fakultas hukum telah ada mata kuliah Islamologi. Yang dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengetahui hukum-hukum dalam Islam. Dosen-dosen yang memberikan kuliah Islamologi tersebut pada umumnya bukan orang-orang Islam. Buku-buku atau literaturnya dikarang sendiri oleh para orientalis.
Pada masa penjajahan Belanda itu sebenarnya sudah ada usaha-usaha dari para muballigh baik secara perseorangan ataupun tergabung dalam organisasi-organisasi Islam, dengan cara bertabligh di muka para siswa dari sekolah-sekolah umum seperti. MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekarang sama dengan SMP), AMS (Algemene Midllebare School, sekarang sama dengan SMA) dan juga di Kweek school (sama dengan sekolah guru). Biasanya mereka memberi pendidikan Agama tersebut pada hari Minggu atau pada hari Jumat. setelah berakhirnya jam-jam pelajaran atau waktu-waktu sore. Pendidikan agama secara tidak resmi tersebut, kadang-kadang mendapatkan reaksi dari guru-guru yang tidak senang pada Islam, tatapi walaupun begitu dalam kenyataannya perhatian murid-murid sangat besar, karena mereka sangat membutuhkan santapan rohani.
Pada periode berikutnya, yakni pada ^aman penjajahan Jepang keadaan agak berubah, karena telah mulai ada kemajuan dalam pelaksanaan pendidikan Agama di sekolah-sekolah umum. Hal ini disebabkan karena mereka mengetahui, bahwa sebagian besar bangsa Indonesia adalah memeluk Agama Islam, maka untuk menarik hati/simpati dari umat Islam, pendidikan Agama Islam mendapat perhatian.
Di Sumatra, organisasi-organisasi Islam menggabungkan diri dalam Majelis Islam Tinggi. Kemudian majelis tersebut mengajukan usul kepada pemerintah Jepang, agar supaya di sekolah-sekolah pemerintah diberikan pendidikan agama, sejak Sekolah Rakyat 3 tahun. Dan ternyata usul ini disetujui, tetapi dengan syarat tidak disediakan anggaran biaya untuk guru-guru agama. Mulai saat itu secara resmi pendidikan agama boleh diberikan di sekolah-sekolah pemerintah, tetapi hal ini baru berlaku untuk sekolah-sekolah. Di Sumatra saja. Sedangkan di daerah-daerah lain, masih belum ada

B.     Madrasah Dan Sekolah Islam
Menurut catatan sejarah, kebijakan politik penjajahan yang sangat tidak menguntungkan umat Islam dulu sempat memicu beberapa lembaga keagamaan Islam mengisolir diri dari intervensi "dunia luar" dengan tetap mengajarkan hanya pelajaran agama. Namun sekelompok yang lain melihat banyak hal yang menarik dari sistem "sekolah Belanda", sehingga menimbulkan gagasan membuka sekolah dengan tambahan pelajaran agama, di samping ada. juga sekolah yang tetap fokus pada pengajaran agama namun dengan mengadopsi sistem sekolah serta tambahan beberapa mata pelajaran umum.
Pada saat itu, perguruan keagamaan dalam bentuk persekolahan ada yang menggunakan nama madrasah di banyak daerah jawa dan luar jawa, maktab di Medan, kuliyah muaslimin di Sumatera Barat, dll. Beberapa perguruan keagamaan tersebut dimotori juga oleh kaum pesantren. Tidak seluruhnya berisi ilmu agama. Muhammadiyah   misalnya,   pola pendidikannya menggunakan 50 % agama 50 % umum.
Upaya-upaya inilah yang oleh banyak kalangan disebut sebagai upaya modernisasi pendidikan Islam. Gagasan awalnya, menurut Husni Rahim (2005), setidaknya ditandai oleh dua kecenderungan organisasi-organisasi Islam dalam mewujudkannya yaitu:
Pertama, mengadopsi sistem dan lembaga pendidikan modern (Belanda) secara hampir menyeluruh. Usaha ini melahirkan sekolah-sekolah umum model Belanda tetapi diberi muatan tambahan pengajaran Islam.
Kedua, munculnya madrasah-madrasah modern, yang secara terbatas mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan modern Belanda, namun tetap menggunakan madrasah dan lembaga tradisional pendidikan Islam sebagai basis utamanya.
Kedua bentuk usaha ini pada dasarnya terus berlanjut. Satu sisi terdapat sistem dan kelembagaan "pendidikan Islam" yang sebenarnya pendidikan umum dengan memasukkan pengajaran agama.
(Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional [Pradigma Baru], Departemen agama RI, Derektorat Jenderal Kelmbagaan Agama Islam, Jakarta, 2005 hal, 35-61)

2.      Pendidikan Non Formal
a.       Pesantren dalam Pendidikan Nasional
Regulasi Pendidikan keagamaan dalam UU No. 20/2003 dapat diduga bertujuan untuk mengakomodir tuntutan pengakuan terhadap model-model pendidikan yang selama ini sudah berjalan di masyarakat secara formal (misalnya madrasah diniyah salafiah, kuliyat al muallimin) namun tidak diakreditasi negara karena kurikulumnya mandiri, alias tidak mengikut kurikulum sekolah ataupun madrasah pada umumnya. Justru kemandirian kurikulum pendidikan keagamaan ini dipandang perlu dipertahankan dalam rangka memenuhi ragam karakter layanan pendidikan sesuai kebutuhan masyarakat.
Banyak orang beranggapan, pendidikan keagamaan ini tak ubahnya seperti madrasah. Atau nantinya bakal mengulangi sejarah madrasah. Atau kurang lebih sama dengan jurusan keagamaan (MAK) pada Madrasah Aliyah.
Sejak UUSPN Nomor 2 Tahun 1989 madrasah sudah berubah tidak lagi dikategorikan sebagai pendidikan keagamaan karena telah menjadi pendidikan umum (berciri agama Islam), dan selama ini tidak lagi dipersoalkan legalitas ijazahnya. Agaknya UU Sisdiknas  sadar dan  sengaja mendefinisikan pendidikan keagamaan sebagai model-model pendidikan di luar model sekolah dan madrasah. Pendidikan keagamaan tidak lain adalah bentuk lama pendidikan zaman dulu, yang masih merupakan perguruan untuk penyebaran agama, namun lama di pinggirkan, dan kini di ke tengahkan kembali.
Hal ini karena semenjak madrasah berstatus pendidikan umum, 'tujuan madrasah dinilai semakin jauh dari misi cikal bakal kelahirannya, yakni untuk tujuan pembelajaran ilmu agama, atau mempersiapkan ahli agama. Kelahirkan kembali pendidikan keagamaan Islam seolah-olah menutup kelemahan madrasah ini. Sekedar becermin kepada masa lalu, agar reformasi kelihatan berbeda, adalah bahwa pada zaman dahulu, satuan pendidikan yang tidak mengikut aturan pendidikan sekolah umum/kejuruan
(Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional [Pradigma Baru], Departemen agama RI, Derektorat Jenderal Kelmbagaan Agama Islam, Jakarta, 2005 hal, 91)

3.      Pendidikan In Formal
A.    Peranan Ibu Bapak dalam Pendidikan Keluarga
Pembentukan sebuah keluarga bermula dengan pinangan seorang lelaki kepada seorang wanita untuk mendirikan rumah tangga. Peristiwa itu disusuli dengan berbagai peristiwa lain seperti menentukan mas kawin, akad nikah, had pesta. Walimah dan lain-lain lagi. Tetapi hari peminangan itulah hari yang paling bersejarah bagi seorang laki-laki, karena pada hari itu ia membuat suatu keputusan (decision) untuk memikul tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga. Bagi seorang wanita hari pinangan itu juga sangat bersejarah, sebab pada hari itu, kalau setuju menerima pinangan, ia telah setuju pula untuk bersama-sama dengan calon suaminya untuk mendirikan suatu keluarga yang menjadi sendi  asas bagi berdirinya suatu masyarakat. Penerimaan tanggung jawab itu bukan secara-kebetulan dan bukan dengan paksaan orang lain, tetapi atas kesadaran diri sendiri bahwa hanya dengan  memikul tanggung jawab itulah kebahagiaan diri dan masyarakatnya akan terwujud.
Jadi perkawinan itu adalah tanggung jawab yang diakui dan  digalakkan oleh ahli-ahli fikir dan agama-agama dari dahulu sampai sekarang. Sejarah peradaban manusia telah membuktikan bahwa bangun dan runtuhnya suatu masyarakat adalah tergantung pada kokoh atau lemahnya sendi-sendi kekeluargaan ini. Kalau sendi kekeluargaan tadi masih kokoh maka hidup masyarakat pun akan teguh, sebaliknya kalau ia lemah maka, masyarakat pun akan goyah dan tinggal menunggu masa kehancurannya, sekalipun nampak dari luar penuh kemewahan dan keagungan dikibari oleh panji-panji kebendaan. Dalam setiap masyarakat tidak semua orang dan anggotanya seragam, ada petani, ada peniaga, ada tentara, dan lain-lain lagi, tetapi semuanya itu memegang peranannya dalam menuju kebahagiaan. Masyarakat tersebut. Tetapi di setiap masa dan tempat ada sebahagian kecil kumpulan masyarakat yang berusaha untuk menghancurkan masyarakat, inilah golongan penyeleweng atau "deviants". Untunglah pada tiap masyarakat yang sehat terdapat semacam mekanisme untuk menelan dan menghancurkan penyeleweng tersebut. Tetapi bila mekanisme ini sudah tidak berfungsi dengan wajar, maka itulah suatu tanda bahwa masyarakat itu sedang sakit keras, kalau tidak segera diobati tak akan hancur dan menunggu ajalnya.                   '

a.      Islam dan Pembentukan Keluarga
Oleh sebab itu, seperti ditunjukkan oleh sejarah peradaban manusia, di setiap masyarakat yang menghadap kehancuran diutus Tuhan Nabi-nabi dan Rasul- rasul, atau timbul ahli-ahli pikir yang akan memimpin masyarakat ke jalan yang benar, menunjukkan jalan ke arah kebahagiaan manusia.
Semua agama dan ahli-ahli pikir yang pernah dikenal oleh sejarah menunjukkan pentingnya keluarga dalam pembinaan suatu masyarakat. Setiap agama dan aliran pikiran itu telah membuat peraturan-peraturan untuk mengatur, melaksanakan dan memelihara kelanjutan hidup keluarga tersebut. Ada yang mengatur tentang pembahagian kekuasaan antara anggota-anggota dalam mengatur keluarga, seperti dalam sistem matniinial dan patrilinial, ada yang mengatur tentang tampuk kekuasaan dalam pimpinan, seperti dalam sistem poligami, monogami, dan poliyandri, ada tentang fungsi masing-masing anggota dalam keluarga, dan lain-lain lagi. Pendeknya, keluarga dilihat dari segala segi fungsi, peranan, kekuasaan dan mekanisme yang dimiliki untuk memelihara kelanjutan hidup dan menghindari kehancuran
Islam sebagai agama yang terakhir diturunkan Tuhan atas dunia ini, memiliki ciri-ciri yang tersebut di atas dan beberapa ciri-ciri lain yang dimilikinya sebagai agama terakhir. Sebagai agama terakhir, dia memiliki sifat-sifat universal, yakni yang dapat menghimpun segala sifat-sifat asasi manusia tanpa melihat kepada bentuk lahiriah seperti warna kulit, bentuk badan, tempat asal, kebudayaan, alam sekitar di mana dia berada, dan lam-lain lagi. Kalau kita mengkaji tentang perundang-undangan yang pernah dikenal oleh sejarah manusia, maka kita dapati bahwa undang-undang Islam tentang pembentukan dan hubungan  keluarga ini adalah yang paling lengkap. Diatur mulai dari cara memilih jodoh, apa syarat-syaratnya, hubungan antara kedua keluarga mempelai, akad nikah, walimah dan pesta perkawinan. Kalau terdapat perkelahian antara kedua anggota keluarga (suami/isteri) ada cara mendamaikannya. Malah untuk berpisah pen (talak) ada caranya, begitu juga kalau mau hidup rukun kembali sesudah bercerai ( rujuk ) . Malah dalam Al Qur-an dikhaskan sebuah Surah untuk mengatur tentang talaq (Surah At-thalaq) Kalau sudah punya anak, bagaimana cara memeliharanya dan menyusukannya, bagaimana cara mendidik anak itu agar ia taat kepada ibu bapaknya dan jangan durhaka, sebab durhaka kepada orang tua itu balasannya adalah neraka jahannam. Bagaimana cara menghubungkan kaum kerabat (silaturahim) semuanya diatur oleh Islam. Kalau anak sudah mulai meningkat umur diaturnya cara mendidik mereka, memberikan pelajaran dan kemahiran agar mereka dapat hidup dan usaha sendiri di belakang hari. Malah hubungan antara keluarga dan pramuwisma (pembantu) dan hamba sahaya ada peraturannya dalam Islam.

b.      Islam dan Perubahan Sosial
Ahli-ahli sejarah peradaban, baik dari golongan Islam atau dari orientalis-orientalis, sependapat bahwa perubahan yang Bah dibawa Islam ke atas dunia adalah sesuatu yang sangat menakjubkan akal flkiran manusia.
Sampai sekarang orientalis-orientalis masih tak dapat menjawab apa sebab Islam dapat merubah puak-puak bangsa Arab kasar dan berpecah belah itu menjadi bangsa dan membentuk Empire Universal dalam masa tidak lebih dari 23 tahun ? seperti kata Philip K. Hitti, orientalis yang paling terkenal dewasa ini;
"Sejarah tidak pernah menjumpai suatu perubahan sejarah seperti yang dibawa oleh kebangkitan Islam. Telah banyak diperkatakan dan ditulis tentang fase sejarah ini, beak masa lampau ataupun masa kini, tetapi sebab yang pokok masih menjadi tanda tanya yang belum terjawab oleh orang-orang Kristen di Barat. Kami tidak terlalu terpesona dengan sejarah politik Islam, tetapi yang sangat memperonakan kami di Barat indah perubahan sosial, intelektual, mental, dan kebangkitan moral pada zaman pertengahan yang merupakan urat nadi timbulnya gerakan "renaissance" di Eropa dewasa ini. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan orang Islam terhadap Lautan Tengah (Mediterranean) berabad-abad lamanya merupakan rahmat (blessing in disguise) bagi Eropah"
(Philip K. Hatiti 1951).
Inilah pengakuan seorang orientalis yang secara objektif memberikan suatu penilaian tentang perkembangan sejarah dunia dan perkembangan dunia Barat khususnya. Orang-orang Barat merasa berhutang budi dengan kebangkitan Islam, sebab Islaiq telah membawa perubahan masyarakat Eropah sampai ke akar-akarnya, terutama dalam segi intelektual, mental, dan moral. Jadi kalau Islam telah membangkitkan umat yang biadab menjadi bangsa yang beradab dan berkebudayaan tinggi, tidak lebih patut bagi Islam membangkitakan umatnya yang sekarang ketinggalan zaman ?
Oleh sebab itu perlu kita mengkaji metode yang digunakan oleh Islam dalam mengadakan perubahan total pada masyarakat bukan hanya merubah lembaga-lembaga sosial (social institu tion), tetapi perubahan yang berpangkal pada individu, seperi kata sebuah ayat bermakna, "Allah tidak akan merubah satu kaum sebelum mereka merubah diri mereka sendriri walau bagaimanapun Islam telah menggunakan keluarga (ibu bapak) sebagai agen perubahan sosial, seperti bunyi ayat yang bermakna, "Ajaklah (ke dalam Islam) keluarga kamu yang terdekat". (Q.S.26:214).

c.       Peranan Ibu-Bapak dalam Proses Sosialisasi
Proses sosialisasi merupakan suatu aspek pendidikan yang paling ampuh menuju kepada perubahan sosial. Kita pemah meq dengar istilah: pemasyarakatan politik (political-sbcializationa dan lain-lain lagi. Proses sosialisasi tunduk pada suatu hukum pelajaran yang disebut pelajaran sosial (social learning). Pelajaran sosial ini menghendaki adanya model yang dapat ditiru oleh para pengikut. Atau dengan kata lain model itu adalah pemimpin, sedangkan orang-orang yang menim model itu disebut pengikut. Seperti juga aspek-aspek pelajaran yang lain, maka pelajaran sosial itu tunduk kepada hukum pendidikan yang disebut peneguhan (reinforcement), maknanya bahwa dengan mengikuti tingkah laku model atau pemimpin, pengikut-pengikut mendapat kepuasan atau kebahagiaan. Seorang pemimpin yang paling berkesan ialah pemimpin yang setiap tingkah lakunya menjadi peneguhan kepada tingkah laku pengikutnya. Di sinilah keagungan Rasulullah s.a.w. Setiap kata, gerak, malah diamnya merupakan contoh dan tauladan bagi pengikut-pengikutnya. Di situlah pula tetak kekesanan pimpinannya. Semua gerak dan tindakannya adalah pancaran ajaran Al Qur-an, tidak ada yang menyeleweng dari padanya. Semasa masih muda sudah diberi gelar  "Al-Amin" (Orang yang paling jujur), sesudah diangkat menjadi Rasul beliau digelar yang paling berbudi mulia. Diajaknya pengikutnya bersembahyang dengan beliau sendiri mengerjakan lebih dahulu. Pergi berperang, beliau sendiri menjadi Jenderalnya, disuruh bersedekah, beliau sendiri yang pertama mengerjakannya.
Proses sosialisasi berlaku semenjak .kanak-kanak masih bayi. Dalam masa itu agen sosialisasi satu-satunya adalah ibu bapak. Apa yang dikatakan, dibuat, atau dilarang oleh orang tua diturut si anak dengan segala senang hati. Tetapi kalau si anak memperhatikan ada pertentangan antara tingkah laku orang tuanya, maka si anak menjadi bingung, yang menjadi sebab si anak membantah dan mendurhakai orang tuanya. Misalnya si ayah menyuruh 'anak bersembahyang, si ayah sendiri tidak sembahyang, si ayah melarang anaknya berbohong, tetapi si ayah kerjanya hanya berbohong setiap hari, inilah yang menjadi sebab si anak menjadi nakal. Tingkah laku model itu bertentangan satu sama lain. Perkataan bertentangan dengan perbuatan. Jadi dalam hal ini orang tua patutlah mengikut sabda Rasulullah s.a.w, yang berbunyi: "Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku sembahyang". Kalau ini yang kita amalkan, niscaya anak kita akan patuh mengikut perintah kita.
Ada lagi suatu faktor lain yang penting yang mempengaruhi proses sosialisasi ini dan syakhsiah anak-anak di belakang hari yaitu sikap (attitude) ibu bapak terhadap apa yang dibuat, dikatai kari dan diperintahkan. Pertama sekali, perbuatan dan perkataan itu mesti tunbul dari hati yang suci bersih, atau dengan kata lain apa yang dikatakan dan dibuat itu timbul dari keyakinan dan ke imanan, bukan dari sifat pura-pura. Misalnya pura-pura seni bahyang supaya anak-anak ikut sembahyang. Janganlah suka membohongi diri sendiri sebab itu akan dirasakan dan diketahui oleh kanak-kanak kita. Janganlah kita merendahkan kecerdasan anak kita biarpun masih kecil. Kalau kita pura-pura tersenyum senyum kita tidak akan dibalas oleh anak kita karena dia merasa bahwa kita berpura-pura. Ada satu helah membela diri (defenc mechanism) yang disebut pembentukan tindakbalas .(reaction formation), seperti seorang ibu yang menunjukkan kasih sayang lebih pada anaknya untuk menutupi kebenciannya kepadanya oleh karena anak itu lahir pada waktu yang tak dikehendak
Selain dari itu ada lagi suatu masalah yang belakangan banyak menjadi perbincangan oleh ahli-ahli psikologi yaitu sikap ibu bapak terhadap berbagai-bagai aspek sosialisasi, seperti sikaap terhadap agressi, terhadap menidurkan anak, terhadap penakalan dan menghentikan menyusu, terhadap kebebasan, terhadap buang air, terhadap sex, dan terhadap masa depan anak-anak mereka. Sikap ini berpangkal pada nilai-nilai atau adat-istiadit yang diwarisi turun-temurun atau yang diperoleh dari bacaan atau pendidikan yang formal dan lain-lain lagi, dan banyak mempengaruhi pribadi anak-anak dikemudian hari

d.      Orang Tua Terhadap Perlakuan Agrcsi
Yang dimaksudkan dengan agressi ialah tingkah-laku yang bertujuan untuk melukai orang lain. Setiap orang, barangkali, mempunyai tingkah laku serupa ini, cuma bentuknya dan masanya beda dari orang ke orang. Ada yang agressif pada suatu masa,tetapi pada masa yang lain dia suka membantu orang lain. Ada yang menunjukkan agressi itu dengan kasar, ada pula yang ya halus dan kadang-kadang tak nampak sama sekali. Bentuk ageresi yang bermacam-macam ini adalah bergantung pada cara sosialisasi di waktu masih kecil.
Agressi ini mempunyai dua fenomena: pertama ialah perasaan marah dan dendam yang sangat. Bentuk agressi serupa ini nampak pada kanak-kanak kecil, seperti kalau kita halangi gerakan tertentu yang dibuat oleh kanak-kanak yang menyebabkan ia melukai tidak senang. Fenomena yang kedua ialah usaha untuk melukai orang lain. Walau bagaimanapun tingkah .laku agressi itu muncul sebagai respons terhadap suasana kekecewaan (frustrastration) yang dialami orang dalam persaingan dengan saudara-sauuadaranya atau kawan-kawannya.
Adapun suasana yang menimbulkah persaingan ini banyak JL Adik beradik kadang-kadang bersaing untuk menarik perhatian ibu-bapaknya. Kalau perhatian itu tidak diperolehnya merekapun marah dan timbullah dendam pada dirinya untuk ditumpahkan kepada orang yang mendapat perhatian dan kasih sayang yang lebih itu. Dalam beberapa kajian yang telah dibuat tentang cara menghadapi sikap agressi pada kanak-kanak ini di dapati bahwa orang tua dari kelas Menengah lebih menggunakan larangan untuk mencegah agressi di kalangan anak-anak mereka. Sebaliknya pula orang tua dari kelas bahwa menggunakan pembalasan, yakni agressi mesti dibalas Cengan agressi. Mengikut tafsiran psikologi kedua cara pencegahan dan penyaluran agressi itu tidak menghilangkan agressi itu. Cara pertama yaitu larangan akan berakibat timbulnya sikap selalu merasa bersalah, dan dalam keadaan yang extreme dapat menyebabkan penyakit psikosis yang ditandai dengan kerisauan yang berlebihan. Sebaliknya pula cara kedua yaitu yang dipraktekkan oleh golongan kelas bawah dapat menimbulkan pribadi anti-sosial yang sewaktu-waktu dapat meledak dalam bentuk "mengamuk" atau perkelahian antara puak dengan puak, atau antara suatu bangsa dengan bangsa yang lain.
Jadi bagaimana cara ini diselesaikan mengikuti ajaran Islam?
Sebuah ayat Qur-an dalam surah 5 : 2 menyebutkan :
Kerjasamalah kamu dalam kebajikan dan taqwa dan jangan lah kamu bekerja sama dalam perbuatan dosa dan agressi". (Q.S. 5:2).

e.       Sikap Orang Tua Terhadap Tidur Anak-Anak
Tak dapat diingkari bahwa tidur itu merupakan kebutuhan asasi setiap manusia, malah setiap benda hidup. Di masa bayi, kanak-kanak menghabiskan sebahagian masanya untuk tidur. Seorang bayi yang berumur setahun biasanya memerlukan sekurang-kurangnya sebelas jam sehari. Orang dewasa biasanya memerlukan tidur 8 jam sehari. Semakin berumur anak semakin berkurang kebutuhannya kepada tidur siang, tidur malam tetap.
Tidur malam itu penting sekali bagi seorang kanak-kanak agar ia dapat memperoleh -istirahat yang cukup supaya ia dapat bangun pagi-pagi dengan segar-bugar. Jadi tidur cepat itu penting bagi seorang kanak-kanak untuk kesehatan jasmani dan rohaninya, sebab kanak-kanak yang sehat biasanya banyak bergerak di waktu siang hari, sedang pada waktu petang ia pun sudah letih yang kalau tidak cepat-cepat tidur bisa mempengaruhi kesehatan akal dan emosinya. Kemudian tidur cepat dapat menghindarkan ibu-bapak dari menjaga anaknya yang belum tidur, sebab ibu bapakpun perlu kepada istirahat setelah bekerja berat di waktu siang.
Masalah yang hams dijaga berkenaan dengan menidurkan canak ini ialah bahwa seorang anak itu mestilah tidur dalam keadaan hati tenteram, bukan karena dipaksa, sesudah dipukul, atau ditakut-takuti Praktek yang terakhir ini kadang-kadang menyebabkan anak selalu mengigau dalam tidurnya, atau terbangun di waktu sedang tidur, atau mendapat mimpi yang buruk. Seorang ibu yang baik ialah yang dapat membiasakan anaknya tidur cepat tanpa paksa, ini dapat dilakukan dengan memberinya peluang bergerak yang cukup waktu siang, sebab pergerakan itu pun merupakan keperluan asasi bagi seseorang. Setelah ia cukup bergerak ia pun letih dan memerlukan istirahat.
Jadi cara yang sesuai dalam menidurkan anak ialah membiasakan tidur dalam waktu tertentu dan dalam keadaan tenteram. Jauhi penggunaan pukulan, menakut-nakuti dan mengancam, atau membiarkan semau anak, tidur kalau sudah mau tidur.

f.       Sikap Qrang Tua Terhadap Memberi Makan dan Menghentikan Menyusu
Seorang bayi yang baru lahir bergantung sepenuhnya kepada orang lain. la makan melalui susu ibunya. Sekalipun menyusu ini tidaklah merupakan masalah yang berat bagi seorang bayi, sebab telah siap semenjak lahir untuk mengerjakan pekerjaan menyusu itu, tetapi yang jadi masalah ialah proses sosialisasi berkenaan dengan menyusu tersebut. Ini disebabkan karena bayi itu tidak akan selalu bergantung kepada orang lain untuk memperoleh makanannya, tetapi pada suatu hari ia harus sanggup berdikari; Jadi dia hams dapat menyesuaikan dirinya dengan tugas-tugas perkembangan (developmental tasks), seperti menggantikan makanan cair dengan makanan yang padat, harus menukarkan susu dengan makanan lain yang ada dalam alam sekitarnya. Perubahan ini merupakan harga yang hams dibayar oleh si anak dan ibunya untuk memperoleh kebebasan yang diperlukan, Ini karena usaha mendapatkan makanan melalui "menyusu" pentingnya bukan terbatas pada aspek biologi saja, tetapi ia mengandung aspek-aspek sosial, emosional yang tidak kurang pentingnya dari segi keselamatan dan kesehatan kanak-kanak untuk mencari jalan lain memperoleh makanan lain dari susu ibunya merupakan proses yang paling penting dalam perkembangan kanak-kanak tersebut. Jadi cara-cara yang digunakan oleh kanak-kanak untuk memperoleh makanannya merupakan faktor utama pembentukan pribadinya di belakang hari. Biasanya cara-cara ini ditentukan oleh budaya yang dipegang oleh kedua ibu/bapak, nilai-nilai dan ukuran-ukuran sosialnya ditentukan oleh sikap kedua ibu-bapak tersebut. Seorang ibu yang terpelajar bukan hanya mengambil berat tentang memberi makan kepada anak-anaknya untuk memelihara kesehatannya, tetapi yang terutama ialah kapan dan bagaimana makanan itu disuguhkan. Ada ibu-ibu yang karena kesibukannya tidak berpeluang menyusukan anaknya, ada juga yang menghentikan anak-anak menyusu dengan perlahan-lahan ada yang dengan secara mendadak. Semua cara-cara ini mempengaruhi perkembangan pribadi (personality) dan penyesuaian pada masa depan.
Yang menjadi sebab pengaruh ini mungkin berlaku ialah sebagai berikut : Kanak-kanak dalam proses menyusu atau mengambil makan juga memperoleh kebiasaan-kebiasaan sosial dan emosional. Setiap kali si anak menyusu, maka tingkah laku menyusu itu diteguhkan (reinforced) melalui jalan mengurangi rasa lapar, atau dengan kata lain mengisi perut untuk menghilangkan pedih yang disebabkan oleh lapar itu. Oleh sebab itu lama-kelamaan "menyusu" itu menjadi kebiasaan yang kuat dan tetap, sehingga timbul pada diri anak itu keinginan menyusu sekedar untuk menyusu bukan untuk menghilangkan lapar, begitu juga halnya dengan menggigit jari atau menggigit susu buatan yang melekat di botol. Jadi menurut tafsiran ini si ibu itu merupakan satu bahagian yang tak dapat dipisahkan dari aktivitas yang sedap dan menyenangkan ini. Ini disebabkan karena baunya, bentuknya, gambarnya, pakaiannya semuanya berkaitan dengan proses pengenyangan tadi. Jadi melalui susu itu terjalinlah hubungan emosi yang kuat antara si ibu dengan si anak. Sehingga si ibu itu pada akhirnya disukai bukan sekedar karena susunya, tetapi sebagai sumber kesenangan dan ketenteraman si anak, yakni timbul pada diri si anak itu keperluan kepada si ibu sebagaimana perlunya kepada makanan dan minuman. Dan ini pulalah yang kadang-kadang memmitkan seorang ibu untuk menghentikan anaknya menyusu1i, sebab penghentian itu juga bermakna putusnya hubungan emosi yang kuat antara si anak dan si ibu melalui susunyalain.  Jadi bila ibu hendak menggantikan susu ibu dengan makanan lain ini akan menganggu ketenteraman emosi si anak sebab disangka nya akan kehilangan ibunya. Ini berakhir dengan kerisuan yang sangat yang biasanya nampak pada kebiasaan si anak untuk menggigit jari sebagai tanda kekecewaannya, sebagaimana juga terjadi ketika si anak ditinggalkan sendiri atau beriumpa dengan oraratnya yang belum dikenal. Ini semua sebagai misal bagaimana eratny hubungan antara proses penyusuan dan keadaan emosi si anal Oleh sebab itu bila penghentian menyusu dilaksanakan dengan cara yang memedihkan, baik dengan cara atau dalam umur tertentu, maka ini akan membawa kerisuan yang berlebihan yang berpengaruh besar pada perkembangan pribadinya.        
Sebagai misal kita sebutkan kebiasaan kanak-kanak untuk takut pada tempat yang gelap, yang sepi dan lain-lain. Mungkin sewaktu kecil anak itu sering ditinggalkan sendirian dalam keadaan lapar dan gelap. Lapar itu memedihkan perutnya, sedaq sedih itu dirasakan dalam keadaan gelap-gulita, keadaan ini merisaukannya yang kemudian bembah menjadi perasaan taki pada gelap atau kesepian bila dia sudah besar
Kadang-kadang cara penghentian menyusu itu berlaku dalam keadaan yang memedihkan, seperti dengan meletakkan benda yang pahit pada susu si ibu, atau memukul si anak bila ia hends menyusu. Keadaan ini menimbulkan pertarungan antara id inginannya untuk memperoleh makanan dan perasaan takutnya terhadap hukuman yang akan didapatnya bila ia berkeras hendak menyusu. Jadi pada diri anak itu timbul dua perasaan yang bertentangan : rasa sayang kepada ibunya dan rasa benci kepada sebab ia dilarang menyusu. Bila ia sudah besar ia sukar sekali untuk mengadakan hubungan mesra dan erat dengan orang lain baik dengan lelaki atau perempuan, dan selalu suka bersikap pura-pura

g.      Bersikap Orang Tua Terhadap Berdikari
Yang dimaksud berdikari di sini ialah kesanggupan seorang nak untuk menghadapi masalah tanpa pertolongan dan pengarasan orang lain. Jadi pengertian berdikari di sini juga relative, berbeda dari satu keadaan dengan keadaan yang lain, dan dari umur ke umur yang lain. Ibu bapak misalnya mengharapkan anak-anaknya berdikari dalam gerak, pindah dari satu tempat ke tempat wig lain dalam umur yang masih kecil lagi yaitu pada umur satu tengah tahun, di mana si anak mulai berjalan. Begitu juga dalam al buang air sendiri, biasanya berlaku pada umur satu setengah kalau dua tahun. Sikap ibu bapak, adakah memberi peluang atau menyekat, tekenanan dengan berdikari ini akan menentukan perkembangan abadi anak di belakang hari. Kalau si anak selalu disekat atau dalu diberi pertolongan, maka ia akan menjadi besar selalu pengharapkan pertolongan orang lain. Kita ambil saja sebagai asal, memakai pakaian sendiri, sepatutnya sudah dibuat pada ftur dua setengah atau tiga tahun, tetapi masih banyak kanak-kakak yang orang tuanya tidak membiarkan anaknya berbuat demkian biarpun dia sudah masuk sekolah. Malah ada orang dewasa yang masih tetap bergantung pada orang tuanya untuk membelanjari rumah  tangganya. Ini serupa dengan anak yang lebih tetap menyusu kepada ibunya biarpun ia sudah tua.

h.      Sikap Orang Tua Terhadap Pembuangan Air, Sex dan Masa Depan Lric-anak Mereka
Hal-hal ini sebenarnya merupakan judul-judul utama dalam perbincangan psikologi berkenaan dengan sikap ibu bapak. Ibu bapak ibu bapak biasanya berlain-lainan caranya menghadapi hal mi dalam mendidik anak-anak mereka, ada yang sangat ketat dan keras dalam membuat aturan yang harus dipatuhi, seperti mendidik anak untuk membuang air sendiri pada umur satu atau satu setengah tahun, ada pula yang tidak punya aturan sama sekali, terserahlah kepada anak sendiri. Begitu juga halnya dengan masalah sex. Di kalangan orang Timur, perkara sex ini merupakan masalah pemali (tabu), tidak boleh dibincangkan antara anak dan orang tuanya. Jadi semua maklumat-maklumat yang diperoleh berkenaan dengan sex ini adalah dari buku-buku "larangan" atau dari kawan-kawannya yang lebih banyak yang tidak betui dari pada yang benar.
Masa depan kanak-kanak pun kadang-kadang ditentukan saja oleh orang tuanya tanpa meminta pandangan daripada sfat anak sendiri. Bahayanya ialah bisa si anak gagal dalam mencapai tujuannya, misalnya di sekolah atau di tempat pekerjaannya maka ia akan menyalahkan orang tuanya. Malah kadang-kadang kawinpun ditentukan oleh orang tua sebelum si anak dapat mencari makan sendiri.
Inilah sebahagian. persoalan yang perlu mendapat perhatian ibu bapak dalam mendidik anak-anak untuk membentuk general yang kuat dan sehat untuk memegang kendali kepemimpin dalam masyarakat pada masa yang akan datang.




DAFTAR PUSTAKA

DEPARTEMEN AGAMA. Pendididkna Islam dan Pendidikan Nasional, Jakarta th. 2005




untuk melengkapi perpustakaan makalah silahkan klik download dibawah ini
semoga bermanfaat 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar