MEDIA DAN ALAT PENDIDIKAN ISLAM
1. Pengertian Metode dan Alat Pendidikan Islam
Metode berasal dari bahasa latin
"meta" yang berarti melalui, dan "hodos" yang berarti jalan
atau ke atau cara ke. Dalam bahasa Arab metode disebut
"Tariqah" artinya jalan, cara, sistem atau ketertiban dalam
mengerjakan sesuatu. Sedangkan menurut istilah ialah suatu sistem atau orang
yang mengatur suatu cita-cita.
Sedangkan pendidikan Islam yaitu
bimbingan secara sadar dari pendidik (orang dewasa) kepada anak yang masih
dalam proses pertumbuhannya berdasarkan norma-norma yang Islami agar berbentuk
kepribadiannya menjadi kepribadian muslim.
Metode pendidikan Islam di sini adalah
jalan, atau cara yang dapat ditempuh untuk menyampaikan bahan atau materi
pendidikan Islam kepada anak didik agar terwujud kepribadian muslim. Alat
pendidikan Islam yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan Islam. Metode dan alat pendidikan Islam yaitu cara dan segala
apa saja yang dapat digunakan untuk menuntun atau membimbing anak dalam masa
pertumbuhannya agar kelak menjadi manusia berkepribadian muslim yang diridai
oleh Allah.
2. Pentingnya Metode dan Alat Pendidikan Islam.
Metode dan alat pendidikan Islam
mempunyai peranan penting sebab merupakan jembatan yang menghubungkan pendidik
dengan anak didik menuju kepada tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya
kepribadian muslim.
Berhasil atau tidaknya pendidikan Islam
ini dipengaruhi oleh seluruh faktor yang mendukung pelaksanaan pendidikan Islam
ini. Apabila timbul permasalahan di dalam pendidikan Islam, maka kita harus
dapat mengklasifikasikan masalah yang kita hadapi itu ke dalam faktor-faktor
yang ada. Apabila seluruh faktor telah dipandang baik terkecuali faktor metode
alat ini, maka kita pun harus pandai memerinci dan mengklasifikasikan ke dalam
klasifikasi masalah metode pendidikan Islam yang lebih kecil dan terperinci
lagi.
Pendidik dalam menyampaikan materi dan
bahan pendidikan Islam kepada anak didik harus benar-benar disesuaikan dengan
keadaan dan kemampuan anak didik. Kita tidak boleh mementingkan materi atau
bahan dengan mengorbankan anak didik. Sebaliknya, kita harus mengusahakan
dengan jalan menyusun materi tersebut sedemikian rupa sesuai dengan taraf
kemampuan anak, tetapi dengan cara serta gaya yang menarik.
3. Jenis-jenis Metode/ Media dan Alat Pendidikan Islam
Apabila umat Islam mau mempelajari
pelaksanaan pendidikan Islam sejak jaman silam sampai sekarang ini ternyata
para pendidik itu telah mempergunakan metode pendidikan Islam yang
bermacam-macam, walaupun diakui metode yang digunakan ada kekurangannya. Islam
menjelaskan bahwa ajaran dalam kitab suci ada dua macam yaitu yang sudah jelas
nashnya dan yang belum jelas apa yang dimaksud nash tersebut. Berkenaan dengan
masalah itu Rasulullah SAW. bersabda: "Jika ada urusan agamamu,
serahkanlah ia kepadaku. Jika ada urusan keduniaanmu, maka kamu lebih
mengetahui akan urusan duniamu itu." Berbagai macam ilmu seperti
antropologi, psikologi, botani, ilmu kimia, kedokteran, teknologi pendidikan
dan lain sebagainya, adalah merupakan scientific yang dimiliki dan dikembangkan
manusia
Islam menganjurkan kepada umatnya agar
mempunyai pandangan luas, melihat dan menerima pendapat atau ilmu dari siapa
pun asalkan ilmu tersebut, mendatangkan keuntungan dan kemanfaatan bagi kehidupan
manusia dan ilmu tersebut tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dari kegiatan
dan usaha yang dilakukan oleh umat Islam selama ini terutama di bidang
pendidikan Islam ternyata mereka telah melaksanakan berbagai kegiatan antara
lain:
a.
Mendidik dengan Cara Memberikan
Kebebasan kepada Anak Didik Sesuai dengan Kebutuhan
Pemberian
kebebasan itu tentunya tidak mutlak (tidak terbatas) melainkan dalam
batas-batas tertentu sesuai dengan kebutuhan, sebab anak adalah masih dalam
proses pertumbuhan dan belum memiliki kepribadian yang kuat, ia belum dapat
memilih sendiri terhadap masalah yang dihadapi, karena itu memerlukan petunjuk
guna memilih alternatif dari beberapa alternatif yang ada.
b.
Mendidik Anak dengan Pendekatan
Perasaan dan Akal Pikiran
Setiap orang
cinta dan sayang kepada anak keturunannya dan berusaha dengan segala
kemampuannya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi orang yang baik dan berguna. Menurut ajaran
Islam, anak adalah amanat Tuhan kepada ibu bapak. Setiap amanah
haruslah dijaga dan dipelihara, dan setiap pemeliharaan mengandung unsur
kewajiban dan tanggung jawab terhadap pemeliharaan yang telah dilakukannya.
Setiap orang
tua, terbawa oleh pertalian darah dan turunan (biologis) dipertautkan oleh satu ikatan
(unsur) yang paling erat dengan anaknya, yang tidak terdapat pada
hubungan-hubungan yang lain.
Hubungan itu disebut naluri (instink).
Dilihat dari
sudut sosiologisnya, orang tua berusaha supaya anaknya menjadi orang
baik dalam masyarakat, dapat memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan
mendatangkan manfaat kepada orang lain.) Untuk menuntun anak agar tumbuh dan berkembang
sebagaimana tersebut di atas, maka pendekatan yang dilakukan ialah dengan jalur. akal
emosi/perasaan
c.
Mendidik Anak Secara Informal
Islam
memerintahkan kepada umatnya untuk mendidik anaknya agar kelak menjadi manusia
yang saleh, takwa kepada Allah dan hidup bahagia di dunia dan akhirat Pendidikan
di dalam keluarga umumnya dilakukan secara informal yaitu pendidikan yang telah
menggunakan perencanaan, kurikulum, jam pelajaran dan lain-lain tetapi
kesemuanya dilakukan dengan santai tanpa dibatasi oleh tempat maupun waktu,
namun diharapkan keberhasilan pendidikan sesuai dengan yang dicita-citakan.
Pada saat-saat tertentu metode ini sangat baik digunakan.
d.
Mendidik Secara Formal
Sejak
permulaan perkembangan Islam, umat Islam telah menyelenggarakan
pendidikan formal. Dengan pendidikan formal ini membawa keuntungan yang sangat besar,
sebab pendidikan menjadi lebih baik, sebab sasaran, materi yang diberikan dan
tujuan yang hendak dicapai jelas. Dewasa ini pendidikan sudah semakin berkembang dan meluas baik dilaksanakan
dengan sistem madrasah (klasikal) seperti madrasah, madrasah Diniyah atau non
klasikal (non madrasah) seperti pesantren dan lain sebagainya
Ustaz
Muhammad Said Ramadan al-Buwythi dalam bukunya yang berjudul Al-Manhajut
Tarbawi Farid fil Quran, menyatakan bahwa ada 3 macam asas dasar yang dipakai Al-Quran
untuk menanamkan pendidikan, yaitu:
1)
Mahkamah aqliyah, mengetuk akal pikiran untuk memecahkan segala sesuatu.
Di dalam tingkat ini Al-Quran menyadarkan setiap akal manusia untuk memikirkan
asal-usul dirinya, mulai dari awal kejadiannya, kemudian perkembangannya baik
pisik maupun akal dan ilmunya ataupun mental spiritual
2)
Al-Qisas wat tarikh, menggunakan
cerita-cerita dan pengetahuan sejarah. Dengan mengemukakan berbagai ceritera peristiwa, dan dengan
membuka lembaran-lembaran sejarah di masa lampau, Tuhan mengajak manusia supaya bercemin kepada fakta dan data di
masa dahulu itu untuk melihat dirinya
3)
Al-Isarah Al Widaniyah, memberikan perangsang kepada perasaan-perasaan.
Membangkitkan rangsangan perasaan-perasaan, adalah jalan yang
terpendek untuk menanamkan suatu karakter kepada anak-anak/pemuda-pemuda. Dan
perasaan-perasaan itu terbagi kepada:
(a)
Perasaan pendorong, yaitu rasa
gembira, harapan hasrat yang besar dan seumpamanya;
(b)
Perasaan penahan, yaitu rasa takut
(berbuat
kejahatan), rasa sedih (berbuat kezaliman) dan seumpamanya dan
(c)
Perasaan kekaguman, yaitu rasa
hormat dan kagum, rasa cinta, rasa bakti dan pengabdian, dan lain sebagainya.
Sebab itu sebagai Pendidik Tertinggi maka Tuhan menyebutkan dalam surat Al Fatah ayat 8 bahwa Nabi Muhammad
adalah memiliki 3 sifat utama yaitu:
a)
Syahidan (penggerak
perasaan-perasaan);
b)
Mubasysiran (pembawa berita
gembira), dan
c)
Naziran (pembawa peringatan untuk
menahan dari kejahatan).
(M. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan
Bintang Jakarta, 1970, hal. 153)
Menurut Muhammad
Qutb di dalam bukunya Minhajut Tarbiyah Islamiyah menyatakan bahwa teknik atau metode
Pendidikan Islam itu ada 8 macam, yaitu:
a)
Pendidikan Melalui Teladan
Pendidikan
melalui teladan adalah merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif
dan sukses. Namun
hal itu masih tetap hanya akan merupakan tulisan di atas kertas, tergantung di atas
awang-awang, selama tidak dapat menjamah manusia yang menerjemahkannya dengan tingkah laku, tindak
tanduk, ungkapan-ungkapan rasa dan ungkapan-ungkapan pikiran; menjadi
dasar-dasar dan arti sesuatu metodologi. Hanya bila demikianlah suatu
metodologi akan berubah menjadi suatu gerakan dan akan menjadi suatu
sejarah
b)
Pendidikan Melalui Nasihat
Di dalam
jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar.
Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karena itu kata-kata harus
diulang-ulang. la menggerakkannya dan mengguncangkan isinya selama waktu tertentu,
tak ubahnya seperti seorang peminta-minta yang berusaha membangkit-bangkitkan
kenistaannya sehingga menyelubungi seluruh dirinya, tetapi bila tidak
dibangkit-bangkitkannya maka kenistaan itu terbenam lagi. Nasihat yang jelas dan
dapat dipegangi adalah nasihat yang dapat menggantungkan perasaan dan tidak
membiarkan perasaan itu jatuh ke dasar bawah dan mati tak bergerak.
c)
Pendidikan Melalui Hukuman
Apabila
teladan dan nasihat tidak mempan, maka waktu itu harus diadakan tindakan tegas
yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman.
Hukuman sesungguhnya tidak mutlak diperlukan. Ada orang-orang yang cukup dengan teladan
dan nasihat saja, sehingga tidak perlu hukuman baginya. Tetapi manusia itu tidak
sama seluruhnya. Di antara mereka ada yang perlu dikerasi sekali-kali dengan hukuman.
M. Athiyah
AI Abrasyi mengemukakan 3 syarat apabila seorang pendidik ingin menghukum
anak dengan hukuman badan (jasmani), ketiga syarat ini adalah:
1)
Sebelum berumur 10 tahun anak-anak
tidak boleh dipukul
2)
Pukulan tidak boleh lebih dari 3
kali. Yang dimaksud dengan pukulan di sini ialah lidi atau tongkat kecil
bukanlah tongkat besar.
3)
Diberikan kesempatan kepada
anak-anak untuk tobat dari apa yang ia lakukan dan memperbaiki kesalahannya
tanpa perlu, menggunakan pukulan atau merusak nama baiknya (menjadikan ia
malu).
(M, Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, hal. 153)
lbnu Sina berpendapat
bahwa pendidikan anak-anak dan membiasakan dengan tingkah laku yang terpuji
haruslah dimulai sejak sebelum tertanam padanya sifat-sifat yang buruk.
Menurut pendapat Imam Ghazali, seorang juru didik
harus mengetahui jenis penyakit, umur si sakit dalam hal menegur anak-anak
dan mendidik mereka
Menurut
pendapat Al-'Abdari, sifat-sifat anak yang berbuat salah itu harus diteliti, dan
satu pandangan mata dan kerlingan saja terhadap si anak mungkin cukup
untuk pencegahan dan perbaikan. Sebaliknya mungkin ada kanak-kanak yang memang
membutuhkan celaan dan dampratan sebagai hukumannya di samping mungkin ada pula
anak-anak yang harus dipukul dan dihinakan baru ia dapat diperbaiki.
Ibnu Khaldun
yang tidak menyetujui pemberian hukuman kepada anak didik, ia berkata:
"Siapa yang biasanya dididik dengan kekerasan di antara siswa-siswa atau
pembantu-pembantu dan pelayan ia akan selalu dipengaruhi oleh kekerasan, akan
selalu merasa sempit hati, akan kekurangan kegiatan bekerja dan akan bersifat
pemalas, akan menyebabkan ia berdusta serta melakukan yang buruk-buruk karena takut
akan dijangkau oleh tangan-tangan yang kejam. Hal ini selanjutnya akan
menggapai dia menipu dan membohong, sehingga sifat-sifat ini menjadi kebiasaan
dan perangainya, serta hancurlah arti kemanusiaan yang masih ada pada dirinya.
(M. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan
Bintang Jakarta, 1970, hal. 153)
d)
Pendidikan Melalui Ceritera
Ceritera
mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Sebab bagaimana pun perasaan, ceritera
itu pada kenyataannya sudah merajut hati manusia dan akan mempengaruhi kehidupan
mereka. Pembaca atau pendengar ceritera tidak dapat tidak bersikap kerja sama dengan jalan ceritera
dan orang'-orang yang terdapat di dalamnya. Sadar atau tidak,. ia telah
-menggiring dirinya untuk mengikuti jalan ceritera menghayalkan bahwa ia berada
di pihak mi atau itu dan sudah menimbang-nimbang posisinya dengan posisi tokoh
ceritera, yang mengakibatkan ia senang, benci atau merasa kagum.
e)
Pendidikan Melalui Kebiasaan
Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan
manusia, karena ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia. karena sudah menjadi kebiasaan
yang sudah melekat dan spontan agar kekuatan itu dapat dipergunakan
untuk kegiatan-kegiatan di lapangan lain seperti untuk bekerja,
memproduksi dan mencipta. Bila pembawaan seperti mi tidak diberikan Tuhan
kepada manusia, maka tentu mereka akan menghabiskan hidup mereka hanya untuk belajar
berjalan, berbicara dan berhitung. Tetapi di samping itu kebiasaan juga merupakan faktor penghalang
terutama apabila tidak ada penggeraknya dan berubah menjadi kelambanan yang
memperlemah dan mengurangi reaksi jiwa.
f)
Menyalurkan Kekuatan
Di antara
banyak teknik Islam dalam membina manusia dan juga dalam memperbaikinya
adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan yang tersimpan di dalam jiwa, tumbuh dari diri dan
tidak memendamnya kecuali bila potensi-potensi itu memang tertumpu untuk lepas.
Islam mengisi hati dan tubuh dengan berbagai
muatan, yaitu kandungannya yang asli dan alamiah yang selalu berbentuk selama manusia itu sehat. Kekuatan yang dikandung oleh
eksistensi manusia itu dan
dihimpun oleh Islam, adalah kekuatan energik dan netral
yang dapat baik atau buruk serta menghancurkan. dan dapat pula habis percuma tanpa tujuan dan
arah. Islam menyalurkan kekuatan itu ke arah yang benar untuk kebaikan.
g)
Mengisi Kekosongan
Apabila
Islam menyalurkan kekuatan tubuh dan karena jiwa ketika sudah menumpuk,
dan tidak menyimpannya karena penuh risiko, maka Islam sekaligus juga
tidak senang pada kekosongan
Kekosongan
merusak jiwa, seperti halnya kekuatan terpendam Juga merusak, tanpa
adanya suatu keadaan istimewa. Kerusakan utama yang timbul oleh
kekosongan adalah habisnya kekuatan potensial untuk mengisi tersebut.
Seterusnya orang itu akan terbiasa pada sikap buruk yang dilakukannya
untuk mengisi kekosongan itu.
Islam ingin
sekali memfungsikan manusia secara baik semenjak ia bangun dari tidur,
sehingga orang itu tidak mengeluh atas; kekosongan yang dideritanya, serta ingin sekali
meluruskan kekuatan. itu pada jalannya semula
h)
Pendidikan Melalui
Peristiwa-Peristiwa
Hidup ini
perjuangan dan merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai
peristiwa, baik yang timbul karena tindakan sendiri maupun sebab-sebab di
luar kemauannya. Keistimewaan peristiwa-peristiwa itu dari teknik pendidikan yang lain adalah bahwa
peristiwa-peristiwa itu menimbulkan suatu situasi yang khas di dalam
perasaan; perasaan itu hampir saja menjadi luluh. Suatu peristiwa secara
lengkap sangat membekas pada perasaan, yang mengirimkan satu jawaban dan
reaksi keras yang kadang-kadang dapat meluluhkan perasaan. Hal ini tidaklah terjadi
setiap hari, begitu pula tidaklah mudah sampai ke dalam hati di saat hati itu tenang, cerah dan tidak
tertekan.
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa demikian luas, dalam dan terperinci
Islam menuntun kepada umatnya agar menjadi makhluk berilmu, beramal
dan berbudi pekerti yang luhur.
Di dalam
pondok pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam formal tertua di
Indonesia menggunakan dua macam metode yang terkenal, yaitu:
a)
Sorogan atau seringkali yang
disebut bandongan, yaitu penyampaian pelajaran di mana seorang santri atau murid maju: dengan membawa
kitab untuk dibaca di hadapan seorang guru atau kyai. Selanjutnya
kyai itu membimbing kepada santri apabila ia menemui kesulitan dan membetulkannya apabila ia
melakukan kekeliruan.
b)
Wetonan ialah penyampaian
pelajaran di mana seorang guru atau kyai membacakan kitab, menerjemahkan,
menerangkan dan sering kali mengulas buku-buku di hadapan sekelompok murid atau santri.
(Zamakhsyari Dharif. Trudisi Pesantren Sludi lentang Pandangan, Hidup
Kyai. LP3ES, 1982, hal. 28)
Menurut Drs. H.M. Arifin MEd., bahwa
dalam Al-Quran dan Sunah Nabi dapat ditemukan metode-metode untuk pendidikan agama itu antara lain:
a)
Perintah/larangan
Contohnya, metode pendidikan yang
dilakukan oleh Luqmanul Hakim, sebagaimana yang tersebut di dalam Al-Quran:
“Hal anakku, janganlah menyirikkan Tuhan, karena syirik itu zalim yang besar."
(QS-Lukman: 14)
"Hai anakku, sembahyanglah dan menyuruhlah
akan pekerjaan-pekerjaan yang baik dan cegahlah kemunkaran ...
(QS. Luqman:.17)
b)
Ceritera tentang orang-orang yang
taat dan orang-orang yang berdosa (kotor) dan lain-lain serta akibat-akibat perbuatan mereka
c)
Peragaan
Misalnya, Tuhan dalam mengajarkan
Tauhid, manusia disuruh melihat kejadian dalam alam ini, melihat gunung, laut, hujan, tumbuh-tumbuhan
dan sebagainya.
d)
Instruksional (bersifat
pengajaran)
Misalnya, Allah menyebutkan sifat-sifat
orang yang beriman, begini dan begitu dan lain sebagainya.
e)
Acquisition (self-education)
Misalnya, Allah menyebutkan tingkah
laku orang yang munafik itu merugikan diri mereka sendiri, dengan maksud manusia jangan menjadi munafik
dan mau mendidik dirinya sendiri ke arah iman yang sebenarnya.
f)
Mutual Education (mengajar dalam
kelompok)
Misalnya, Nabi mengajar sahabat tentang
cara-cara salat dengan contoh perbuatan dengan mendemonstrasikannya sebagai perintah beliau, "Salatlah
kamu seperti kamu lihat aku salat."
g)
Exposition (dengan menyajikan)
yang didahului dengan motivation (menimbulkan minat)
Yakni dengan memberi muqaddimah lebih
dahulu kemudian baru menjelaskan inti pelajarannya. Tuhan apabila akan menyebutkan sesuatu yang
penting seperti keesaan Tuhan menyebut damir sya'an.
h)
Function (Pelajaran dihidupkan
dengan praktek)
Misalnya, Nabi mengajarkan tentang
rukun-rukun dan syarat-syarat haji, kemudian Nabi bersama-sama untuk
mempraktekkan.
i)
Explanation (memberikan penjelasan
tentang hal-hal yang kurang
jelas)
Misalnya, Nabi memberi penafsiran
ayat-ayat Al-Qur'an yang mujmal seperti ayat yang memerintahkan salat dan sebagainya.10)
(H.M. Arifin M Ed. timbal Balik
Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan
Keluarga, Bulan Bintang, Jakarta 1978, hal. 164-165)
4. Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Islam
a.
Metode Pembelajaran di Kalangan
Anak-anak
1) Metode pembelajaran Al-Quran, syair dan sajak
Pada periode
awal dari perkembangan anak bahwa sebelum anak-anak belajar membaca dan
menulis, anak diajarkan untuk menghafalkan surat-surat yang pendek
dari Al-Quran secara lisan. Caranya guru mengulang beberapa kali membaca surat Al-Quran,
kemudian murid-murid disuruh mengikutinya secara bersama-sama. Kadang-kadang guru meminta
bantuan kepada murid-murid yang agak besar untuk mengajar anak-anak yang
masih mula-mula belajar. Dalam metode pembelajaran ini dipentingkan adalah
hafalannya bukan pengertiannya. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa belajar
di waktu ini untuk mendapatkan berkah dari Al-Quran dan penanaman jiwa
keagamaan. Dalam hal ini M. Athiyah Al Abrasyi mengatakan: "Dalam metode ini
soal penjelasan arti dari surat-surat yang mereka hafal tidak; dipentingkan,
murid-murid menghafal ayat-ayat tersebut tanpa mengerti maksudnya hanya sekadar
untuk mengambil berkat dari Al-Qur'an dan menanamkan jiwa keagamaan, jiwa yang saleh
dan takwa di dalam diri anak-anak yang masih muda itu, dan "dengan
keyakinan bahwa metode anak-anak adalah waktu yang sebaik-baiknya untuk penghafalan
secara otomatis dan memperkuat ingatan.
Dalam hal
ini Dr. Asma Hasan Fahmi mengatakan: Dalam kenyataannya hafalan adalah syarat ilmu yang
paling pentingbagi orang Islam.
Pelajaran
syair adalah suatu pendidikan langsung buat akhlak dan sebagai jalan menegakkan moral yang mulia.
Memang pelajaran syair dan sajak sangat penting bagi kehidupan anak, karena
pelajaran itu di samping mempunyai manfaat pembinaan akhlak juga dapat
menumbuhkan rasa keindahan serta menajamkan rencana mereka.
2)
Metode Pembelajaran Akhlak
Islam
memandang akhlak sangat penting dalam kehidupan bahkan Islam menegaskan akhlak
ini merupakan misinya yang utama. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Sesungguhnya
Saya diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. (Al-Hadis)
a)
Keyakinan Agama
Dalam
menanamkan keyakinan agama, pesan Luqman menekankan tiga aspek penting, yaitu:
1. Keyakinan tauhid yang sebersih-bersihnya;
2.
Kesadaran akan kemakhlukan kita
yang wajib menyukuri segala
karunia Tuhan; dan
3.
Kesadaran bahwa segala gerak-gerik
kita, yang nampak maupun, yang tersembunyi tidak lepas dari pengetahuan dan pengawasan Tuhan.
b)
Kesadaran Moral
Membedakan
antara yang makruf, yakni hal-hal yang tidak bertentangan dengan
nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral, dan yang mungkar yakni hal-hal
yang mengganggu dan menimbulkan kerusakan pada kehidupan manusia
c)
Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab
sosial, pertama-tama diwujudkan sikap:
1.
Berbuat baik dan hormat kepada
orang lain, lebih-lebih mereka yang berjasa kepada kita seperti orang tua kita
sendiri:
2.
Bergaul secara baik walaupun
dengan orang yang berbeda keyakinan dengan kita, dan
3.
Tidak berlagak, sombong dan angkuh
kepada orang iain.
Dr. Asma Hasan Fahmi mengemukakan cara-cara pendidikan akhlak adalah sebagai berikut:
1.
Memberi petunjuk dan pendekatan,
dengan cara menerangkan mana yang baik dan mana yang buruk, menghafal syair-syair, ceritera-ceritera,
dan nasihat-nasihat yang baik, menganjurkan untuk melakukan budi pekerti yang baik dan akhlak yang mulia.
2.
Mempergunakan instink untuk
mendidik anak-anak dengan cara:
a.
Anak-anak suka dipuji dan disanjung
untuk memenuhi keinginan instink berkuasa, dan ia takut celaan dan cercaan.
b.
Mempergunakan instink meniru Sesuai
dengan hal ini para pendidik Islam haruslah orang-orang yang memiliki
sifat-sifat yang utama dan berakhlak, karena anak-anak akan menuruti jejak
gurunya, apa yang, dianggap jelek oleh guru, maka jeleklah dalam pandangan anak-anak,
sebaliknya apa yang dianggap baik oleh guru, maka baiklah dalam pandangan
anak-anak.
c.
Memperhatikan instink
bermasyarakat
d.
Mementingkan pembentukan adat
kebiasaan dan keinginan- keinginan semenjak kecil
Sedangkan menurut M. Athiyah
Al-Abrasyi metode yang paling tepat untuk menanamkan akhlak kepada anak ada 3
macam yaitu
1.
Pendidikan secara langsung, yaitu
dengan cara mempergunakan petunjuk, tuntunan, nasihat, menyebutkan manfaat dan
bahaya-bahayanya sesuatu; di mana pada murid dijelaskan hal-hal yang bermanfaat
dan yang tidak, menentukan kepada amal-amal baik, mendorong mereka berbudi
pekerti yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela
bidang pendidikan moral anak anak, kita sebutkan sebagai berikut:
ü Sopan-santun adalah warisan yang terbaik;
ü Budi pekerti yang baik adalah teman yang sejati;
ü mencapai kata mufakat adalah pimpinan yang terbaik;
ü ijtihad adalah perdagangan yang menguntungkan;
ü akal adalah harta yang paling bermanfaat;
ü tidak ada bencana yang lebih besar dari kejahilan;
ü tidak ada kawan yang lebih buruk dari mengagungkan diri sendiri.
2.
Pendidikan akhlak secara tidak
langsung, yaitu dengan jalan sugesti seperti mendiktekan sajak-sajak yang
mengandung hikmat kepada anak-anak memberikan nasihat-nasihat dan berita-berita
berharga, mencegah mereka membaca sajak-sajak yang kosong termasuk yang
menggugah soal-soal cinta dan pelakon- pelakonnya
3.
Mengambil manfaat dari
kecenderungan dan pembawaan anak-anak dalam rangka pendidikan akhlak.
b.
Metode Pembelajaran di Tingkat
Tinggi
Diceriterakan
Ibnu Hambal menghafalkan 1.000.000 hadis, sedangkan Al-Bukhari menghafalkan 15.000 hadis, padahal waktu itu
Bukhari masih kecil. Demikian pula Ibnu Rahawiyah pemah mendiktekan kepada
muridnya 11.000 buah hadis di luar kepala, kemudian mengulanginya tanpa lebih
atau berkurang
Imam Az
Zarnuji menasihatkan agar seseorang gampang menghafalkan ilmu harus
memenuhi aturan sebagai berikut:
1.
Senantiasa mengulang hafalan dan
berusaha keras serta mengurangi makanan dan sesuatu yang mengeluarkan dahak, Salat di waktu
malam dan membaca Al-Quran.
2.
Senantiasa membersihkan gigi,
minum madu dan memakan 21 biji anggur kering setiap hari sebelum makan yang lain.
3.
Menjauhkan diri dari perbuatan
maksiat dan dosa serta kegundahan, membaca batu-batu kuburan dan berjalan di antara iringan-iringan
unta dan membersihkannya dari kutu-kutu.
Di samping itu banyak pula di
antara kaum muslimin suka" mengadakan nhlah (pengembaraan) untuk mencari ilmu
pengetahuan. Pengembaraan ini dilakukan dengan cara berpindah tempat tinggalnya dan suatu kota ke
kota yang lain, walaupun kadang-kadang bertempat tinggal mereka memakan
waktu beberapa bulan bahkan beberapa tahun Semula kegiatan ini
mereka lakukan hanyalah untuk mendapatkan suatu hadis dan sumber utama (sahabat) yang dipercayai
menerima hadis dan Rasul. Mengenai hal ini M. Athiyah Al-Abrasyi mengatakan Sebenarnya
maksud utama dari pengembaraan ialah mengumpulkan hadis-hadis Nabi yaitu di
saat kaum muslimin merasakan keharusan mencatat hadis dan membersihkannya, oleh
karena hal ini adalah penting sekali dari segi keagamaan, dan merupakan
sumber-sumber agama. Untuk itu para ulama dan sarjana Islam telah menjalani
segala penjuru dari kerajaan Islam Raya dalam abad ke-2 H untuk mengadakan
hubungan dengan ulama-ulama dan perawi-perawi hadis Rasulullah SAW hubungan
dengan ^"S-0^ Yang hidup di zaman Rasulullah SAW. atau semasa dengan
sahabat. Selanjutnya kegiatan ini mereka lakukan sebagai hobbi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
Karena itu kadang-kadang pengembaraan ini mereka lakukan juga hanya untuk
mendapatkan suatu subyek tertentu ilmu pengetahuan dari sumbernya yang asli.
Pengembaraan
untuk mencari ilmu pengetahuan ini ternyata berlangsung terus
sehingga telah merupakan salah satu kegiatan utama dalam pendidikan Islam.
Mahasiswa ternyata telah mendapatkan faedah dan perjalanan dan kunjungan mereka
ke berbagai negara dari perhubungan mereka dengan imam-imam, ulama-ulama,
sarjana-sarjana, sastrawan-sastrawan dan orang-orang besar, mereka memperoleh banyak
pengalaman-pengalaman ilmiah yang bermanfaat dan pikiran-pikiran ilmiah yang
bernilai.
Metode
pembelajaran di tingkat tinggi yang dilakukan pada saat itu banyak, antara lain yang
terkenal ada 2 macam yaitu:
1)
Sistem muhadarah atau kuliah
Sistem ini
diberikan dengan cara memberikan pokok-pokok pikiran terlebih dahulu,
baru kemudian diberikan perincian mengenai pokok-pokok itu. Kadang-kadang
guru menempuh pula dengan metode sebagai berikut:
a)
mulai dengan membaca teks pelajaran
dan kemudian menerangkannya;
b)
guru menguraikan berbagai pendapat
yang berlainan dalam subyek
tersebut dan memberikan penjelasan-penjelasan;
c)
guru mengeluarkan pendapat sendiri
mengenai subyek tersebut yang diperkuat dengan dalil-dalil;
d)
membanding-banding antara subyek
yang sedang dipelajari dengan subyek-subyek lain yang hampir bersamaan;
e)
memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menanyakan spa yang mereka kehendaki dan langsung diberikan jawabannya, dan
pelajaran tidak diakhiri kecuali bila seluruh mahasiswa itu telah cukup
mengerti.
2)
Sistem diskusi dan berdebat
Sistem ini sangat penting dalam
pendidikan Islam sebab sistem ini merupakan metode efektif juga mengasah otak.
Latihan mengeluarkan pendapat, mengalahkan lawan; menumbuhkan kepercayaan pada
diri sendiri bahkan mampu membina kecakapan berbicara tanpa teks.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin M Ed, Timbal Balik Pendidikan Agama di
Lingkungan Sekolah dan Keluarga, Bulan Bintang, Jakarta 1978.
Dharif, Zamakhsyari. Trudisi Pesantren Sludit tentang
Pandangan Hidup Kyai. LP3ES, 1982
Al Abrasi, M. Athiyah, Dasar-dasar Pokok Pendidikan
Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1970
untuk melengkapi perpustakaan makalah silahkan klik download dibawah ini
semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar