BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dalam membangun martabat bangsa
dan negara. Landasan dasar pendidikan Indonesia tertuang dalam Undang Undang
Dasar 1945, pasal 31 yang mewajibkan kepada setiap warga negara memperoleh
pengajaran, bertujuan menciptakan sumber daya manusia berkualitas dan bermoral.
Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia berkualitas, Pemerintah Indonesia
telah melaksanakan berbagai upaya peningkatan pendidikan.
Salah satu upaya tersebut adalah Program Wajib Belajar "WAJAR"
6 tahun dicanangkan pada tahun 1982, kemudian meningkat menjadi WAJAR 9 tahun. Implikasi
dari program tersebut cukup memberikan hasil yang siginifikan bagi peningkatan
kuantitas penduduk bersekolah sampai di tingkat menengah pertama (SMP/SLTP).
Peningkatan kuantitas pendidikan tersebut dapat dilihat dari tingginya angka
partisipasi bersekolah dan angka kemampuan melek huruf . Kedua indicator tersebut
terkesan terfokus terhadap input pendidikan dibandingkan dengan proses
pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh, lebih mengutamakan jumlah peserta didik
(student body) daripada kualitas keluaran peserta didik nantinya.
Berdasarkan pengalaman pendidikan telah berbicara pula bahwa penyediaan
input tanpa memperhatikan proses pendidikan tidak menjamin
peningkatan mutu
pendidikan. Umaedi {1999) menyatakan bahwa mutu
pendidikan yang
baik akan membantu generasi muda dalam
mengembangkan
rasionalitas, kesadaran, pengetahuan, spiritualitas,
moralitas,
sosialitas, serta keselarasan antara alam, rasa dan aspek
emosional.
Melalui peningkatan mutu tersebut diharapkan menjadi generasi
yang mampu
mengatasi persoalan kehidupan bangsa dan negaranya.
Untuk menciptakan proses pendidikan yang bermutu sangat diperlukan peran
serta masyarakat, keluarga dan pemeritah, sesuai yang tercantum dalam
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, pasal 47 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara
Tahun 1983. Wujud kerja sama dan tanggung jawab yang baik oleh semua pihak
adalah ikut berpartisipasi dalam pengelolaan pendidikan berupa pemikiran, pelaksana
dan pengontrol jalannya proses pendidikan di semua jenjang pendidikan. Nantinya
melalui peran serta masyarakat tersebut akan mewujudkan sistem pendidikan berkualitas
bersesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat.
Berlakunya konsep otonomi pendidikan di tingkat kabupaten/kota juga
merupakan upaya Pemerintah Indonesia
dalam rangka mewujudkan proses pendidikan bemutu. Pendidikan dalam arti otonomi
adalah pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pihak penyelenggara pendidikan,
pemerintah daerah/pusat dan masyarakat. Kerja sama yang baik antara
penyelenggara pendidikan dan masyarakat akan mendorong terciptanya kehidupan
masyarakat yang madani dan demokratis di bidang pendidikan, sehingga mengeser
nilai sistem pendidikan masa orde baru yang cenderung bernuansa terpusat.
BAB II
PEMBAHASAN
KERJASAMA
GURU DAN ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR
Hubungan kerja sama antara guru dan orangtua murid sangatlah penting.
Dengan demikian, maka diperlukan langkah-langkah yag dapat mendukung
terlaksananya peningkatan aktivitas belajar dari murid yang dilakukan oleh
orangtua, guru dan keduanya dalam hubungan kerja sama saling membantu dalam
meningkatkan aktivitas belajar dari murid tersebut.
Walaupun kendala yang dihadapi yang tentunya tidak sedikit, tetapi dengan
tujuan yang jelas sebagai pelaksana dan penanggung jawab pendidikan oleh
orangtua dirumah atau di keluarga, dan guru dilingkungan sekolah maka hubungan
tersebut dapat diwujudkan.
1. Bentuk
hubungan kerja sama orangtua dengan guru, diharapkan dapat meningkatkan
aktivitas belajar murid.
2. Kegiatan-kegiatan
yang baik dilakukan oleh guru yang dapat meningkatkan aktivitas belajar murid.
3. Kegiatan
yang harus dilakukan oleh orangtua murid agar aktivitas belajar anaknya dapat
ditingkatkan.
Bentuk
Kerjasama antar Guru dengan Sekolah
1. Antara
Organisasi BP3 dan Komite Sekolah
Salah satu dasar terbentuknya organisasi orangtua di pendidikan formal
dimulai dari tingkat dasar sampai dengan menengah adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1989 tentang Pendidikan Nasional yang mengharuskan setiap sekolah memiliki
wadah atau organisasi orangtua yang beranggotakan orangtua siswa, guru dan
kepala sekolah sebagai pelaksana teknis.
Pada awalnya pembentukan organisasi tersebut dikenal dengan nama Badan
Pembina Pembangunan Pelajar (BP3) atau sebagian sekolah lainnya menyebut dengan
BMOG (Badan Musyawarah Orangtua Murid dan Guru). Dan semenjak bergulirnya era
reformasi, organisasi orangtua mengalami perubahan fungsi dan tugasnya.
Perubahan peran dan fungsi tersebut yang telah diatur dalam SK Menteri
Departemen Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 tentang pembentukan Dewan
Pendidikan di tingkat Kabupaten/Kota dan Komite sekolah di tingkat sekolah
sehingga setiap pemerintah daerah kabupaten/kota memperoleh kebebasan mengatur penyelenggaran
pendidikan secara program dan anggaran. Berdasarkan
SK tersebut, Dewan pendidikan
didefinisikan sebagai badan yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka
meningkatkan mutu, pemerataan dan effisiensi pengelolaan pendidikan di
kabupaten/kota, sedangkan komite sekolah memiliki tujuan yang sama dengan dewan
pendidikan, namun berada di tingkat sekolah selaku penyelenggaraan langsung.
Nama dari pada badan-badan tersebut diserahkan langsung kepada sekolah sesuai
dengan keinginan bersama, sehingga BP3 atau Komite sekolah yang telah ada dapat
merupakan perluasan fungsi dan peran dengan keanggotaan yang lebih luas yang
mencakup seluruh komponen masyarakat.
Secara normatif, tujuan perdirian Komite sekolah adalah sebagai berikut:
- Sebagai wadah dan penyalur aspirasi dan prakarsa masyarakat untuk melahirkan kebijakan operasional dan program;
- Untuk meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan;
- Untuk menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabilitas, dan demokrasi dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, maka salah satu fungsi penting komite
sekolah dari sisi masyarakat adalah mendorong orangtua dan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan
pendidikan di daerahnya. Keanggotaan komite sekolah terdiri dari sebelah unsur,
yaitu orangtua peserta didik, tokoh masyarakat dan pendidikan, dunia usaha atau
industri, Lembaga Sumber daya Manusia bergerak di bidang pendidikan, alumuni
dan perserta didik, dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggaraan pendidikan, dan
perwakilan dari Badan Pertimbangan Desa. Bervariasinya anggota komite sekolah
diharapkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah akan semakin
besar dalam bentuk pemberi pertimbangan dan pendukung dalam penentu pelaksanaan
kebijakan, pengontrol dalam rangka transpirasi dan akuntabilitas, serta mediator
antara pemerintah dengan masyarakat yang lebih luas.
2. Keterlibatan
Orangtua dalam Organisasi di Sekolah
Keterlibatan orangtua dalam organisasi orangtua di sekolah anaknya adalah
ikut aktif di semua kegiatan organisasi tersebut. Dan berdasarkan hasil survei,
59,8 persen orangtua mengetahui adanya organisasi tersebut dan hanya 25,1
persen orangtua yang menyatakan ikut terlibat aktif dalam kegiatannya dengan
mayoritas orangtua tersebut menyekolahkan anaknya di SLTP negeri Hasil
penelitian Independent Monitoring and Evaluation of Sholarrship and Grant
Program (2001) menyatakan bahwa repesentatif orangtua aktif di tingkat SLTA
lebih tinggi daripada ditingkat SLTP atau SD dan pada umumnya mereka lebih
aktif di sekolah swasta daripada sekolah negeri. Rendahnya angka tersebut dapat
menunjukan bahwa masih kurang peduli orangtua untuk ikut memikirkan sistem
pendidikan bermutu bagi anaknya agar menghasilkan sumber daya yang berkualitas
dan bemoral.
Umumnya yang terjadi adalah kekurang kepedulian tersebut dipicu oleh
ketidaktahuan orangtua terhadap penyelenggaraan lembaga pendidikan. Berdasarkan
karakterstik demografi orangtua yang terlibat dalam organsiasi orangtua
memiliki hubungan positif dengan tingkat pendidikan yang ditamatkan. Semakin
tinggi tingkat pendidikan orangtua akan cenderung terlibat dalam oraganisasi
orangtua dan ikut memikirkan system pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Hasil
survei memperlihatkan mayoritas orangtua yang terlibat dalam organisasi
orangtua berpendidikan tamat SLTA ke atas adalah 82,6 persen. Faktor lainnya
yang juga cenderung memiliki hubungan dengan keterlibatan orangtua adalah
kegiatan seminggu yang lalu (50 persen) bekerja dengan persentase terbesar
memiliki jabatan pekerjaan sebagai professional, managerial, guru, atau para
medis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan Independent Monitoring and
Evaluation of Sholarship and Grants Program (2001 ) juga menyatakan bahwa
karateristik kepribadian Ketua BP3 dan wakil ketua BP3 berasal dari orangtua
yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih aktif daripada orangtua
berpendidikan lebih rendah, akan tetapi anggota BP3 yang bekerja sebagai
pegawai negeri tidak lebih aktif dari yang bukan pegawai negeri.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Untuk meningkatkan partisipasi orangtua dalam pendidikan, langkah awal
yang diperlukan adalah pemberian informasi kepada masyarakat. Informasi
tersebut adalah pendidikan bukanlah hanya tanggung jawab pemerintahan daerah
namun merupakan tanggung jawab oleh seluruh komponen masyarakat untuk
menciptakan sistem pendidikan bersesuaian dengan kebutuhan dan kepentingan
daerah, maka juga diperlukan adanya interpensi dari masyarakat. Pengukuran
partisipasi orangtua pengetahauan terhadap keberadaan sekolah dan pelaksanakan pendidikan
secara umum, memperlihatkan masih minimnya pengetahuan orangtua terhadap
penyelenggaraan pendidikan.
Hal tersebut terlihat dari ketidaktahuan orangtua terhadap kondisi
sekolah anak dan keberadaan organisasi orangtua, seperti BP3 atau komite
sekolah di sekolah anaknya. Dalam rangka untuk meningkatkan peran serta
masyarakat diperlukan suatu wadah yang menampung aspirasi guna untuk
meningkatkan mutu pendidikan, pemerataan pendidikan, dan efisiensi pengelolaan
pendidikan di tingkat kabupaten/kota dan sekolah; Dengan tujuan akhir dari
wadah tersebut adalah penciptaan demokratisasi pendidikan secara maksimal.
orangtua, pemahamannya terhadap desentralisasi pendidikan dirasakan masih
sangat kurang.
Secara umum pemahaman desentralisasi pendidikan menurut orangtua adalah
pelimpahan kewewenang dari pusat kepada daerah dengan memberikan kebebasan
kepada sekolah untuk mengelola sekolah secara mandiri.
Peningkatan mutu pendidikan tanpa adanya partisipasi orangtua tidak akan
berjalan secara seimbang dan begitu pula sebaliknya. Peningkatan partisipasi
orangtua secara langsung maupun tidak langsung terhadap proses pendidikan akan
memberikan dampak positif bagi peningkatan keluaran pendidikan dan akhirnya
sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral.
DAFTAR PUSTAKA
Buchori,
M., 2001.
Pendidikan
Partisipatoris, Yogjakarta
: Karnisius.
Departemen
Pendidikan Nasional, 2002.
Salinan
Keputusan Menteri Pendidikan Basional Republik Indonesia
Nomor
004i'U72002, Jakarta .
Independent
Monitoring and Evaluation of The Scholarship and Grants
Program^
February 2001. A study on Community participation on
SGPSchoot
Committee. British
Council. Jakarta ,
www.cimu.or.id
Pongularan
aT. K. Brahim, 2000.
"Pendekatan
Pendidikan Berbasis Masyarakat". Jurnal Pendidikan
Penabur,
No. 01 /Th 1 /Maret 2002. Jakarta .
Republik
Indonesia ,
1989.
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1989, Jakarta .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar